Demokrasi Machiavellis Telah Mencabut Kewarasan Bangsa Ini

Demokrasi Machiavellis Telah Mencabut Kewarasan Bangsa Ini
DEMOKRASI
SUKOHARJO (voa Islam) - Seperti apa yang sudah diprediksikan berbagai pihak penggiat kesehatan, pesta demokrasi ini sebagaimana yang lalu juga melahirkan banyak calon pemimpin yang stress. Pileg 2014 yang oleh sebuah stasiun tv nasional digadang-gadang dengan nama Pemilu 55. Yakni menunjuk angka tahun 1955 ketika penyelenggaraan pemilu yang dianggap paling demokratis di negri ini. Namun pada dasarnya telah kehilangan esensi pokoknya.
Pemilihan umum dianggap sebagai cara yang paling 'benar' untuk melahirkan pemimpin dan menentukan arah pembangunan bangsa. Kalaulah saja merujuk penyelenggaraan tahun '55, maka pada masa itu masing-masing kekuatan ideologi terpetakan dengan baik. Begitupun tokoh-tokoh bangsa pada waktu itu jelas memiliki integritas dan kapabilitas yang memadai. Berbeda dengan Pemilu sekarang yang kian hari memunculkan ideologi pragmatis dan tokoh-tokoh yang kehilangan kapasitas.
Justru yang curang dalam demokrasi pada waktu itu adalah pihak penyelenggara Pemilu yakni pemerintah dan pihak militer. Yakni ketika sistem demokrasi memberi ruang bagi kekuatan Islam (Masyumi) meletakkan Islam sebagai dasar negara justru diberangus dengan Dekrit Presiden 1959. Hal mana juga terulang di Aljazair pada akhir tahun 1991, kemenangan HAMAS tahun 2006 atas Fatah di Palestina dan di Mesir tahun 2012 silam. Berbagai kekejaman atas nama kebijakan negara lalu dipertontonkan secara memuakkan terhadap ummat Islam yang telah menang melalui sistem demokrasi itu sendiri.
Sedangkan Wakil Rakyat hari ini adalah sebuah jabatan prestisius dan menjanjikan pemenuhan impian para hedonis. Karenanya, banyak caleg memaksakan diri dengan menggadaikan dan menjual apa yang dimiliki serta berhutang sana-sini demi masuk menjadi anggota legislatif. Akibatnya, saat pencoblosan kertas suara hingga penghitungannya adalah masa-masa yang amat menegangkan para calon legislatif. Dahi berkerenyut, peluh mulai menetes, tekanan darah dan detak jantung kian menghentak maka seketika hasil Quick Count atau pengumuman hasil di TPS-TPS terdengar, segera bergelimpanganlah kewarasan para Caleg tersebut.
Bukti Nyata
Keberadaan Pondok Pesantren Dzikrus Syifa Asma Brojomusti di Paciran, Lamongan yang sudah dikenal menyembuhkan pasien gangguan jiwa, ternyata menarik perhatian puluhan calon legislatif yang gagal pada pemungutan suara kemarin.
40 caleg stres yang mondok di ponpes Dusun Sekanor Desa Sendang Agung, Paciran, selain dari wilayah Lamongan, juga dari Jakarta hingga Kalimantan. Bahkan, ada diantara para caleg seorang pengusaha kelapa sawit.
“Mereka datang ke tempat kami itu sejak Kamis (10/4) malam secara bergantian. Jumlah caleg gagal yang datang pada tahun ini lebih banyak, yakni mencapai 40 orang, sementara pada pelaksanaan Pileg tahun 2009 hanya 23 orang,” kata Kyai Muzakkin
Salah satu pasien Ustadz Muzakkin adalah caleg perempuan dari salah satu daerah tingkat dua di Kalimantan berinisial ZM. Kondisi ZM menjadi pendiam dan tertutup terhadap semua orang setelah mengetahui jumlah suara yang didapat dalam pemilu legislatif lalu sangat minim.
“Sepanjang waktu perempuan ini hanya terbaring di kamar tidur,” kata Ustadz Muzakkin kepada wartawan di ponpesnya, Minggu (13/4/2014).
“Mereka datang ke tempat kami itu sejak Kamis (10/4) malam secara bergantian. Jumlah caleg gagal yang datang pada tahun ini lebih banyak, yakni mencapai 40 orang, sementara pada pelaksanaan Pileg tahun 2009 hanya 23 orang,” kata Kyai Muzakkin seperti dikutip dari Antara.
Calon anggota legislatif (caleg) yang stres karena tidak lolos pemilu juga mulai bermunculan. Di Kupang, Nusa Tenggara Timur, ada dua caleg yang gagal mendatangi Poliklinik Kejiwaan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) W Z Johanes Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sabtu, (12/04).
“Kasian bapak. Dia ditipu oleh timnya sendiri. sudah banyak uang yang dikeluarkan. Mereka hanya mau uang,”
Dua caleg  itu mengalami gangguan kejiwaaan, dan diduga dicipu setelah dirinya kalah pada pemilu legislatif (Pileg) 9 April 2014. Pihak rumah sakit merahasiakan identitas kedua caleg tersebut. Dari penelusuran, satu di antaranya adalah caleg DPRD Kota Kupang dan satu lagi caleg DPRD Provinsi NTT.
Keduanya di antar keluarganya masing-masing ke rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan kejiwaan, karena perilaku caleg itu terlihat aneh. Salah satu caleg terlihat menangis saat menjalani pemeriksaan di Poliklinik Kejiwaan RS setempat.
“Kasian bapak. Dia ditipu oleh timnya sendiri. sudah banyak uang yang dikeluarkan. Mereka hanya mau uang,” kata salah satu anggota keluarga yang tidak mau namanya ditulis.
Usai menjalani pemeriksaan kejiwaan dan perawatan serta diberi obat penenang, keduanya kemudian dipulangkan keluarga masing-masing.
Di Cirebon, Caleg Demokrat, Witarsa – misalnya, kepalanya diguyur air dengan gayung, masih memakai jaket partainya. Caleg Dapil Jabar X sudah kepanasan rupanya. Saat diguyur, Witarsa nampak manut-manut saja.

Keluarganya tidak membawa Witarsa ke rumah sakit dan konsultasi dengan psikiater, melainkan memilih menjalani pengobatan tradisional, dibacai ayat-ayat Al-Quran dan diterapi oleh Ustadz Ujang Bustomi.

Witarsa pun tak malu malu menangis. Dia mengaku stres karena perolehan suara untuknya sangat minim. Padahal, modal yang dikeluarkan sangat besar.

Lain lagi Caleg dari PKS, Muhammad Taufiq (50). Kecewa dan marah perolehan suaranya minim, tiba-tiba dia keluar dari rumah dan mendatangi TPS 2 Dusun Cekocek, Desa Bierem, Kecamatan Tambelangan, Kabupaten Sampang. Bersama temannya, melakukan aksi mengejutkan panitia di TPS.

“Merasa tidak puas dengan hasil perhitungan suara, kedua pelaku pergi ke TKP dan mengambil kotak suara secara paksa, kemudian dibawa ke rumah Saudara Taufik,” ujar Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Ronny F Sompie, Kamis (10/4/). Kedua pelaku kemudian diamankan Panwascam Tambelangan.
Pesantren Jadi Kewalahan
KH Abah Anom, pengasuh Pondok Pesantren Al Jauhariyah di Balerante, Palimanan, Cirebon, Jawa Barat kini juga kebanjiran tamu.

Mereka tak lain adalah caleg gagal atau keluarganya. Kedatangan caleg gagal itu bermaksud meminta wejangan dari keturunan Sunan Gunung Djati ini agar tidak stres karena kalah dalam pertarungan Pileg.

Meski hasil resmi dari KPU belum turun, mereka sudah mendapat informasi jika gagal jadi anggota legislatif. Menurut Abah, para caleg tersebut tidak bisa menerima kenyataan mereka kalah. Hal ini karena mereka sudah mengeluarkan uang banyak demi menjadi anggota dewan.

"Yang stres itu biasanya yang duitnya pas-pasan. Dia modalnya dengan jual rumah, tanah atau mobil. Sudah habis banyak tetapi tidak jadi anggota, stres akhirnya," ujar Abah Anom, jumat, dikutip merdeka.

Menurut Abah Anom, sebagian caleg yang datang ke pesantrennya berharap jadi caleg supaya kehidupannya lebih mapan. Mereka 'berjudi' dengan menjual harta benda yang dimiliki berharap terpilih dan jadi sukses atau kaya-raya.

"Tetapi mereka kemudian kalah, padahal sudah jual ini itu. Akhirnya ada yang bisa terima, tetapi banyak juga yang tidak. Kalau suami bisa terima, kadang istrinya nggak terima, atau sebaliknya," ujar Abah Anom.

Abah Anom juga menyayangkan para caleg yang menghalalkan segala cara demi menjadi seorang anggota dewan termasuk melakukan money politics. Menurut Abah, sebagian besar caleg gagal yang datang ke tempat banyak menghabiskan duit untuk nyogok warga.

"Ada yang ngasih Rp 15 ribu, Rp 20 bahkan sampai Rp 50 ribu. Padahal seharusnya jangan pakai money politics seperti itu. Nanti pun kalau terpilih jadinya ya korupsi," ujar Abah Anom menasihati.
Terbukti, Banyak Calon Pemimpin Bangsa Miskin Integritas
Dengan begitu, nyata bahwa sistem demokrasi yang semakin nampak kebobrokannya itu hanya melahirkan pemimpin yang tidak berintegritas. Sikap jujur, berdisiplin dan penuh tanggung jawab hanya mimpi si siang bolong.
Sistem demokrasi machiavellis ini yang akan terus digunakan hingga Pilpres nanti pada akhirnya melahirkan lakon Petruk (ambisi) Dadi Ratu yang bergantung pada jimat Mustokoweni. Yaitu Calon Presiden yang tidak bertumpu pada kekuatan integritas dan kemampuan (kapabilitas) diri sendiri.
Kasihan, bangsa ini semakin tersesat dalam kehidupan yang semakin carut marut dan mengarah pada kehancuran. Sebagaimana yang disampaikan Umar bin Khoththob rodhiyallohu 'anhu, bahwa kehancuran akan terjadi jika ada tiga unsur pokok yakni Pemimpin yang Menyesatkan, Penggunaan Qur-an oleh Kaum Munafiq dan Tergelincirnya Ulama.
Demokrasi yang diterapkan bangsa ini telah mengumpulkan ketiga unsur penghancur itu, maka bersiaplah menyongsong kehancuran pada waktu yang tidak lama lagi. Dan anda tidak bisa melihat indikasi tersebut jika kesadaran syar'i atas realitas tidak anda miliki. Ideologi negara yang dianggap sakti sekalipun tidak akan mampu berbuat apa-apa seperti tidak berdayanya saat serangga hinggap diwajahnya. Wallohu A'lam! (Abu Fatih/dbs/voa Islam)
- See more at: http://www.voa-islam.com/read/indonesiana/2014/04/15/29863/demokrasi-machiavellis-telah-mencabut-kewarasan-bangsa-ini/;#sthash.vePML9Ei.dpuf

Komentar

Postingan Populer