DIBAWAH LENTERA MERAH Oleh : Soe Hok Gie




Dibawah Lentera Merah



Soe Hok Gie


Yayasan Bentang Budaya, Yogyakarta, 1999

 Modified & Authorised by: Edi Cahyono, Webmaster
Disclaimer & Copyright Notice @ 2005 Edi Cahyono's Experience





-1-
EDI CAHYONO EXPERIENCE





**********








Selamanja saja hidoep, selamanja 
saja akan berichtiar menjerahkan djiwa
saja goena keperloean ra'jat
Boeat orang jang merasa perboeatanja baik
goena sesama manoesia, boeat orang sepeti 
itoe, tiada ada maksoed takloek dan teroes
TETAP menerangkan ichtiarnja mentjapai
Maksoednja Jaitoe
HINDIA MERDIKA DAN SLAMAT
SAMA RATA SAMA KAJA
SEMOEA RA'JAT HINDIA



(Semaoen, 24 Djoeli 1919)






Ucapan Terima kasih

Karangan kecil ini adalah skripsi yang diajukan untuk menempuh ujian Sarjana Muda jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Pembuatan skripsi ini merupakan pengalaman pertama penulis, sehingga penulis mohon maaf jika sekiranya dalam karangan ini terdapat kejanggalan-kejanggalan, baik isi maupun cara pembuatanya yang masih banyak terdapat kesalahan.

Selama proses penulisan skripsi ini, penulis menerima banyak bantuan dari berbagai pihak, baik berupa peminjamaan buku, sumbangan kertas maupun dorongan moril. Juga dari segenap staf perpustakaan musium, bantuan yang diberikan sangat penulis hargai. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada staf pengajar jurusan Sejarah, terutama kepada Ibu Marwati D.Pusponegoro yang telah mendidik penulis  selama belajar di jurusan Sejarah dengan tekunnya, kepada Drs. Abdurrachman Suryomiharjo yang telah membimbing pembuatan skripsi ini, dan kepada Drs. Nugroho Notosusanto yang telah mengajarkan kepada penulis tentang metode-metode membuat skripsi dan cara-cara menggunakan sumber sejarah.

-jiii-
EDI CAHYONO'S EXPERIENCE



Akhirnya secara khusus penulis perlu menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada Bapak Darsono dan Bapak Semoen, yang telah berjam-jam menyediakan waktu dan telah sudi membaca dan memberikan petunjuk kepada penulis tentang banyak kekurangan pada skripsi ini serta melayani pertanyaan-pertanyaan yang penulis ajukan. Tanpa bantuan beliau yang berharga, skripsi ini akan jauh kurang lengkap.

Walaupun demikian, semua kekurangan dan kesalahan pada penulisan skripsi ini adalah karena kelalaian penulis sendiri, terutama kesalahan ketik dan cara-cara membuat catatan kaki. Sekali lagi penulis memohon maaf. Semoga karangan yang sederhana ini akan ada manfaatnya.

Jakarta, 6 September 1964

Soe Hok Gie







-2-
EDI CAHYONO'S EXPERIENCE



- I S I - 

"Ucapan Terimakasih' ......iii
Bab 1 : " Pendahuluan"......1
Bab 2 : "Latar Belakang Sosial".....6
Bab 3 : "Dari Kongres Nasional Central 
Sarekat Islam ke-2 Sampai ke-3" .......18
Bab 4 : "Dari Kongres Nasional CSI ke-3 
Sampai PKI"....41
Bab 5 : "Sekedar Catatan"......58






BAB I : Pendahuluan

Beberapa tahun yang lalu, ketika meneliti koran-koran awal tahun tiga puluhan, saya kadang-kadang membaca berita-berita di sekitar proses pengadilan terhadap kaum kaum komunis. Mereka ini, bukanlah tokoh-tokoh utamanya, melainkan hanya peserta biasa saja. Didalam mengemukakan alasan mengapa mereka ikut memberontak di tahun-tahun 1926-1927, kebanyakan data menunjukan kepada sebab-sebab kemiskinan. Biografi “Rakyat Kecil” ini pun sangat menarik. Terkadang hanya karena hutang 10 sen, atau karena soal-soal kecil lainya, mereka berani melawan Belanda. Dan waktu itu juga sering terbaca betapa keadaan orang-orang buangan di Digul. Saya pernah membaca betapa kerasnya watak Mas Marco, Boedisoetjitro, Winanta dan Najoan yang menolak utusan Gurbernur jendral menemui mereka.Padahal pertemuan dangan utusan Hilman itu mungkin akan membebaskan mereka dari neraka Digul. 

Kadang-kadang saya membaca dari beberapa segi kehidupan tokoh-tokoh komunis ini. Misalnya, tentang kebandelan Mas Marco dan kedermawanan Najoan, kesemuanya sangat menarik hati. Dan saya berminat untuk mengetahui lebih banyak lagi  tentang bagaimana keadaan perkembangan komunisme di Indonesia sebelum tahun-tahun 1926. Tetapi, jika kita membaca buku-buku penulis asing dari luar negri, gambaran yang kita peroleh menjadi agak berbeda. Harry J.Benda misalnya, menganalisis pemberontakan itu terjadi ketika terdapat sejumlah kenaikan pendapatan dan perbaikan penghidupan. Dengan menunjuk kepada data-data yang lengkap, Benda menarik kesimpulan bahwa ... “The revolte were not certainly not bred in misery among proverty-sticken or exploited peasant and labores living under the yoke of western imperialist”.*1

*1 Harry J.Benda, The crescent and the Rising Sun: Indonesian Islam Under



-3-
EDI CAHYONO’S EXPERIENCE





Padahal berita dari koran-koran pada waktu itu, justru cenderung menarik kesimpulan bahwa kemiskinan adalah sebab yang melatar belakangi pemberontakan itu. Kondisi ini juga yang melatar belakangi  saya untuk melihat secara lebih mendetail sebab-sebab dari pemberontakan tahun 1926. Dan untuk menunjang keinginan itu sayapun  mulai membaca buku-buku sekitar pemberontakan, sepanjang yang saya dapat peroleh. Pembacaan ini malah telah merangsang saya  untuk mengetahui awal mulanya pergerakan komunis di Indonesia, karena tanpa tahu awal mulanya, sama saja dengan membaca  sebuah koran dari tengah-tengah.

Itulah sebabnya maka studi mengenai pemberontakan 1926, harus dimulai dari studi terhadap awal mulanya pergerakan kaum “Marxis” Indonesia. Dan dalam hal ini kita harus mulai dengan Sarekat Islam Semarang. Permulaan abad keduapuluh merupakan salah satu periode  yang paling merik dalam sejarah Indonesia, karena sekitar tahun-tahun itulah terjadi perubahan-perubahan sosial yang besar di tanah air kita. 


Pesatnya perkembangan pendidikan Barat, pertumbuhan penduduk  yang meningkat  cepat  dan mulai digunakan teknologi  modern,kesemuanya menimbulkan perubahan sosial di Indonesia.  Nilai-nilai tradisional yang telah mengakar dibumi Indonesia, tiba-tiba  dikonfrontasikan secara intensif dengan nilai-nilai tradisional mereka dan malah ada yang sudah mulai melepaskanya,  walaupun pegangan yang baru belum mereka peroleh.  Ketiadaan pegangan menciptakan rangsangan untuk mendapatkan suatu pegangan. Sebagian dari mereka mencarinya didalam pemikiran-pemikiran Islam, sedangakn yang lain mencari dengan menggali  kembali kebudayaan lama untuk disesuaikan dengan dunia mereka yang modern. Sebagian lainya lagi mencarinya didalam alam pemikiran Barat.

Dengan berbaju modern, pada awal abad keduapuluh itu
The Japanese Occuption 1942-1945. The Hague: W.van Hoeve,1958, hlm.13-16

Kita jumpai banyak aliran yang kadang-kadang saling bertentangan. Kita temui partai-partai yang saling cakar, disamping sarikat-sarikat buruh, gerakan pemuda, gerakan perempuan dan lain-lain. Dan jika mulai sedikit saja mengorek “kulit modern” itu, kita akan menemukan makna yang sesungguhnya dari gerakan-gerakan itu. Mereka tidak lain dari padanya  merupakan kelanjutan bentuk dari kelompok-kelompok yang sudah ada dalam masyarakat tradisional. Apalagi jika kita memperhatikan dasar  dari konsepsi-konsepsi mereka yang dikemukakan secara teliti, maka dengan tidak terlalu sulit kita dapat merasakan hubunganya dengan pemikiran-pemikiran pra abad ke-20.

Apa memangnya secara kebetulan saja, maka kaum priyayi bergabung kedalam Boedi Oetomo dan kaum santri kedalam Sarekat Islam disementara tempat? Apakah ini bukan merupakan perwujudan dari struktur masyarakat yang lebih tua kaum priyayi dan santri itu sendiri? Suatu gerakan hanya mungkin berhasil bila dasar-dasar dari gerakan tersebut mempunyai akar-akarnya dibumi tempat ia  tumbuh. Ide yang jatuh dari langit tidak mungkin subur tumbuhnya. 


Hanya ide yang berakar kebumi yang mungkin tumbuh dengan baik. Demikian halnya dengan gerakan sosialistik Sarekat Islam Semarang. Saya pikir bukanlah hal yang kebetulan saja menghebatnya gerakan-gerakan Samin di tahun 1917, bersamaan waktunya dengan munculnya ide-ide sosialis Sarekat Islam Semarang. Bahkan Sarekat Islam merasa ada persamaan dasar, walaupun yang satu dicetuskan dalam suasana tradisional, sedang yang lainya dengan jubah modern. Gerakan komunis bahkan mereka terjemahkan dengan gerakan Saminis.*2 Dan jika kaum Saminis menggunakan bahasa Jawa kasar untuk siapa saja, maka dalam masa yang bersamaan kita juga menemui gerakan Jawa Dwipa. Yang satu bergerak didesa, sedang yang lainya di Surabaya. Sarekat Islam Semarang merupakan gerakan dari sekelompok manusia yang tak mungkin melepaskan dirinya



*2 Sinar Hindia, 10 Maret 1920



-4-
EDI CAHYONO’S EXPERIENCE


Dari zaman lampaunya. Alam yang mendahuluinya, Ide tokoh-tokohnya mau tidak mau merupakan lanjutan dan berhubungan dengan gagasan-gagasan yang hidup pada pra abad ke-20. Persoalanya sekarang bagaimana hubungan abad tradisional itu dengan abad ke-20, bagaimana perkembangan dan perubahanya. Hanya penyelidikan dan penelitian yang lebih mendalam yang akan menjawab pertanyaan menarik ini.

“Dibawah Lentera Merah” Hanyalah sebuah usaha kecil yang mencoba melihat salah satu bentuk pergerakan rakyat Indonesia diawal abad ke-20. Dan untuk membatasi persoalan, Is memilih pergerakan Sarekat Islam di Semarang didalam masa antara tahun 1917-1920. Mengapa dimulai dengan tahun 1917, karena mulai tahun itulah tendensi-tendensi sosialistik mulai jelas, sedang batas Mei 1920, adalah bulan didirikanya Partai Komunis Indonesia. Dengan demikian tulisan ini terhindar dari berkepanjangan tanpa batas.

Yang lebih menjadi perhatian karangan  ini adalah ide-ide dari para tokoh Sarekat Islam Semarang dan tindak tanduk untuk mewujudkanya. Sangatlah mustahil  untuk berbicara tentang sesuatu ide tanpa berbicara  tentang latar belakang yang membentuk ide-ide itu. Karena ia lahir atau dilahirkan oleh keadaan masyarakatnya. Saya memang tidak memberikan perhatian kepada segi hukum, tindakan maupun perubahan aturan Hindia Belanda, karena baik Robert  van Niel (The Emergence of Modern Indonesia Elite) maupun Von Aex (L’evolution politique en Indonesien 1900-1944) telah mengupasnya secara panjang lebar. Sedangkan gerakan-gerakan rakyat lain, termasuk Sarekat Islam lokal diluar Semarang akan disinggung hanya dalam hubunganya dengan SI Semarang. Hal yang sama akan berlaku juga terhadap Central  Sarekat  Islam.

Sumber tulisan tulisan ini adalah surat-surat kabar. Buku-buku perbandingan agak kurang terpakai karena kesulitan memperolehnya. Lagipula pengupasan terhadap buku-buku


-5-
EDI CAHYONO’S EXPERIENCE



itupun jarang yang saya inginkan. Membaca koranpun mempunyai kesulitanya terutama karena ketuaan koran dan disana-sini kurang lengkap. Kekurangan perawatan mengakibatkan kerapuhan dan kadang-kadang tak terbaca tintanya.Pengecekan kembali  sumber-sumber  juga kadang-kadang tidak dapat dilakukan karena koran-koran itu dibawai ketempat perbaikan. Inilah sebabnya maka catatan-catatan kaki ada kalanya  tak tersusun sempurna.

Tokoh-tokoh Sarekat Islam Semarang sebagian terbesar sudah meninggal dunia. Namun syukur sekali Semaoen dan Darsono (ketika tulisan ini dibuat tahun 1964, ed)  masih hidup.  Dari beliaulah saya mendapatkan banyak keterangan melalui wawancara langsung. Walaupun sayang banyak juga peristiwa-peristiwa yang lama berlalu itu terlupa. Sebenarnya  “Dibawah Lentera Merah” ini lebih tepat jika dinamakan sebuah laporan pembacaan daripada sebuah skripsi, karena apa yang dibicarakan disini masih jauh dari selesai.






-5-
EDI CAHYONO’S EXPERIENCE 




BAB II: Latar Belakang Sosial

Pada tanggal 6 Mei 1917,*1 Presiden Sarekat Islam Semarang yang lama, Moehammad Joesoef, menyerahkan kedudukanya kepada Presidan yang baru, Semaoen, yang pada waktu itu baru berumur 19 tahun. Pada hari itu juga diumumkan komposisi yang baru, yang terdiri dari:

Presiden                  : Semaoen
Wakil Presiden       : Noorsalam
Sekretaris                : Kadarisman
Komisaris                : Soepardi
                                  Aloei
                                  Jahja Aldjoefri
                                  H.Boesro
                                  Amathadi
                                  Mertodidjojo
                                  Kasrin
Dari susunan pengurus baru ini, enam orang merupakan wajah baru, Mereka adalah, Semaoen, Noorsalam, Soepardi, Aloei, H.Boesro, Amathadi, Mertodidjojo, dan Kasrin.

Peristiwa pergantian pengurus ini mencerminkan adanya perubahan dalam masyarakat pendukung Si di Semarang. Pada mulanya SI Semarang dipimpinoleh mereka  dari kalangan kaum menengah dan pegawai negri yang mulai keluar dari Sarekat Islam, termasuk Soedjono.

Kini dibawah pimpinan Semaoen, para pendukung SI berasal dari kalangan kaum buruh dan rakyat kecil.*2 Pergantian pengurus itu adalah wujud pertama dari perubahan gerakan Sarekat Islam Semarang. Dari gerakan kaum menengah

*1 Sinar Djawa, 7 Mei 1917
*2 Robert van Niel, The Emergence of Modern Indonesian Elite, (Brusel’sGravenhage: Manteau van Hoeve,1960), hlm.109.



-6-
EDI CAHYONO’S EXPERIENCE


menjadi gerakan kaum buruh dan tani. Saat itu sangat penting artinya bagi sejarah modern Indonesia, karena dari sini lahirlah gerakan kaum Marxis pertama di Indonesia.

Proses perevolusioneran Sarekat Islam Semarang ini bukan saja dipengaruhi, tetapi juga ditentukan oleh keadaan masyarakat Indonesia dan Semarang menjelang berahirnya Perang Dunia 1. Sebelum membicarakanya lebih lanjut, baiklah kita melihat beberapa persoalan yang ikut mempengaruhi kehidupan Semarang masa itu, baik dibidang ekonomi maupun intelektual.

Agraria

Semenjak tahun 1870, Pemerintah Hindia Belanda membuat beberapa peraturan baru yang mengubah Indonesia dari sistem jajahan ala VOC menjadi sebuah jajahan yang bersistem liberal. Perkebunan yang dulunya di monopoli Pemerintah, kini boleh diusahakan modal-modal swasta. Sistem kerja paksa dan rodi dihapus dan diganti dengan system kerja upah secara bebas.
Mulai sejak itu mengalirlah modal-modal asing  ke Indonesia, menggarap pertambangan, perkebunan dan pabrik-pabrik. Perkembangan ini bukan mendatangkan kebaikan bagi rakyat Indonesia. Ia bahkan merupakan malapetaka, karena liberalism bagi rakyat Indonesia merupakan “free figth competition to exploit Indonesian”. 

Struktur kemasyarakatan Indonesia yang terdapat di Jawa masa itu,justru dipergunakan kaum kapitalis asing (Belanda) untuk mencapai tujuan-tujuan mereka. Walaupun pengusaha-pengusaha perkebunan tidak dapat memiliki tanah, namun mereka dapat dan berhak menyewa dari Pemerintah atau “Bumiputra”. Dan dengan kekuasaan uangnya, mereka berhasil memaksa desa-desa menyewakan tanah-tanah desa dan biasanya dengan memberikan premi tertentu kepada kepala-kepala desa. Sawah milik desa (Komunal) dari petani lalu dijadikan perkebunan-perkebunan. Sedang




-7-
EDI CAHYONO’S EXPERIENCE


penduduknya secara massal dijadikan kulinya.*3  Nasib kaum tani ini sama sekali dilalaikan. Para lurah yang seharusnya menjadi kepala desa, kini menjadi alat pemerintah semata mata dan dengan sendirinya mereka menjadi praktis alat para pengusaha perkebunan.*4  Misalnya pada tahun 1919, para pengusaha perkebunan memberikan  premi F 2,50 (dua setengah rupiah Belanda) untuk setiap bau kepada lurah-lurah yang dapat mengubah sawah-sawah desa menjadi perkebunan tebu.*5  (1 bau = 7096,50 m2).

Para petani itu kini tidak lebih daripada budak-budak belian.*6  Arreal perkebunan yang makin lama semakin meluas ini, mengkaibatkan semakin berkurangnya areal persawahan.  Padahal penduduk Jawa kian lama kian padat sebagai akibat perbaikan kesehatan. Dengan mudah dapat dilihat bahwa prodksi beras menjadi terus-menerus berkurang dalam perbandingan penduduk yang mengakibatkan naiknya harga beras. Mulai dari sekitaran Cirebon, Pekalongan, Semarang dan terus ke Solo dan Yogyakarta berhamparan kebun-kebun tebu. Tetapi kehidupan kaum buruh dan tani yang menggerakkan produksi tebu dan pabrik gula itu, kian lama kian buruk. 

Sebuah Komisi Belanda sendiri  di tahun 1900 telah melaporkan bahwa kehidupan rakyat Jawa dari hari kehari semakin sengsara. (Onderzoek naar de mindere welvaart de Inlandsche bevolking op Java en Madura). Dan keadaan itu bertambah memburuk antara tahun 1913-1923.*7 Di tahun 1916 hingga 1920, proses perluasan produksi tebu terus berlangsung , walaupun tuntutan untuk menguranginya

*3 Secara detail hal ini dikemukakan oleh Bruno Lasker dalam Human Bondage in South Asia,          (Chapel Hill, 1950).
*4 George Mc. Kahin, Nationalism and Revolution in Indonesia, (Ithaca: Cornell University                 Press, 1952).
*5 Darsono”Giftage Waarheispeiklen (Panah Pengadilan Beracun),” Dalam  Sinar Hindia,5 Mei        1918.
*6 Lasker, hlm. 80.
*7 Kahin, hlm. 26.


-8-
EDI CAHYONO’S EXPERIENCE





Semakin santer pula.Bila produksi tebu (gula) ditahun 1900 berjumlah 744.257 ton, maka ditahun 1915, ia menjadi 1.319.087, 1.629.827 ditahun 1916 dan 1.822.188 pada tahin 1917.*8 Ini berarti berlanjutnya pengurangan areal persawahan dan produksi padi. Harga beras dengan demikian meningkat dan dengan peningkatan itu diperhebat lagi oleh kurangnya pengangkutan antara Indonesia dengan negri-negri penghasil beras lainya di Asia Tenggara sebagai akibat Perang Dunia I.

Karena para lurah disuap dengan F 2,50 untuk setiap bau sawah yang dapat disewa bagi perkebunan tebu, maka didesa-desa terjadi “pemaksaan” atas kaum tani untuk tidak menanam padi dan menggantinya dengan tebu. Secara terperinci hal ini dikemukakan Bruno Lasker dalam “Human Bondage in South Asia,” Chapel Hill, 1950.
Biasanya , para pengusaha perkebunan menyewa satu bulan lahan persawahan dengan F 66, untuk selama 18 bulan. Bila satu bahu sawah itu ditanami padi (selama delapan belas bulan) maka ia menghasilkan tiga kali panen, atau sekurang-kurangnya dua kali (ditambah dengan palawija) dan itu berarti  3 x f100 sama dengan f900.*9 Demikianlah maka penanaman tabu itu berarti penyengsaraan rakyat. Uang sewa lahan yang F66,- itu tidak cukup untuk hidup selama delapan belas bulan. Dan kaum tani biasanya pergi kekota untuk bekerja sebagai kuli. Manakala mereka tidak kekota untuk berkuli, mereka dapat juga  berkuli diperkebunan dengan gaji antara 20 hingga 40 sen sehari. Atau mereka juga dapat menggali lubang. Tetapi, manakala tuan besar kurang puas dengan hasil kerja mereka, upah mereka dikurangi menjadi separo, jadi satu setengah sen. Itupun sesudah mereka dicaci maki. Dapat dibayangkan betapa


*8 Encyclopedie van Nederlandsch Indie, Leiden: Suiicker, (Matinus Nijhoof-E.J. Brill, Jilid IV,          1931)
*9 Mas Marco, “Apakah Pabrik Goela Itoe Ratjoen Boeat Bangsa Kita”, dalam Sinar Djawa, 26.      Tidak tercantum Bulan dan Tahun.





-9-
EDI CAHYONO’S EXPERIENCE





Sulitnya kehidupan  kaum tani didaerah perkebunan. Di desa-desa, tidak seorangpun yang membela para petani itu. Lurah-lurah mereka sudah sepernuhnya menjadi alat para pengusaha perkebunan. Untuk melepaskan diri dari keadaan ini, hanya ada dua jalan tersedia bagi mereka. Pertama, lari ke kota-kota, dan kedua, membakari kebun-kebun tebu itu sebagai pernyataan protes. Angka-angka statistik memperlihatkan kepada kita bahwa semakin kejam penindasan didesa-desa, semakin banyak kebun-kebun tebu yang dibakari. Setelah tahun 1900, angka itu melonjak “at aterific rate”, tulis Wertheim.*11 Di Kediri misalnya, pada tahun 1918, kebun-kebun tebu dan para petani merampasi tanaman kaspo (casava).*12 Sementara itu, para ibu menjual anak-anak mereka dipasar. Makanan pokok mereka telah berganti dengan Jagung dan apar pisang.*13

Persoalan agraria ini mempengaruhi iklim pergerakan Sarekat Islam Semarang dan sekitarnya dalam tahun 17-an dan menjadikan organisasi itu lebih revolusioner. Kenyataan-kenyataan sosial yang mereka lihat, dengar dan alamami, menggugah perasaan para tokoh organisasi itu. Ketidakpuasan umum, ketidak percayaan pada niat baik pemerintah dan lain sebagainya, akhirnya membuat Sarekat Islam semarang lebih  revolusioner.

Volksaard dan Indie Weebaar

Dalam tahun 1917, Gubernur Jendral Van Limburg Stirum menjanjikan akan membentuk sebuah “dewan rakyat” yang merupakan dewan penasihat kekuasaan legislatif. Hal ini mengecewakan tokoh pergerakan rakyat, karena yang mereka



*11 W.F. Wertheim, Indonesian Society in Transition, (Bandung: Sumur Bandung 1956), hlm.209
*12 Chadirini, Pemandangan, Sinar Hindia, 18 Januari 1918.
*13 Sinar Djawa, 31 Januari dan 9 Feburai 1918.


-10-
EDI CAHYONO’S EXPERIENCE



cita-citakan adalah dewan legislatif yang sungguh-sungguh.

Dalam tahun ini, masalah Indie Weerbaar yaitu satu gerakan yang menginginkan diadakan milisi “bumiputra” untuk mempertahankan Hindia Belanda dari musuh-musuh luar menjadi bahan perdebatan yang sengit sekali. Tokoh-tokoh pergerakan kiri (Sneevliet dan Tjipto Mangunkusumo) tidak setuju  diselenggarakan suatu milisi “bumiputra” itu, karena kegiatan ini mereka lihat sebagai usaha untuk mempertahankan kepentingan Belanda dengan menjadikan rakyat indonesia  sebagai umpan peluru. Kedua persoalan ini lebih bersifat Intelektualistik, sedang massa rakyat agak pasif.

Wabah Pes

Disamping persoalan yang bersifat nasional seperti agraria, Volksraad dan Indie Weerbaaar itu, terdapat pula persoalan lokal, yaitu penyakit pes di Semarang dan sekitarnya. Dalam menghadapi wabah ini Kotapraja Semarang bertindak tidak bijaksana sehingga massa rakyat semakin diperlakukan sewenang-wenang.

Dalam triwulan pertama tahun 1917 di Semarang berjangkit penyakit pes. Wabah ini timbul dan meluas terutama karena perumahan rakyat di kampung-kampung sangat buruk. Mereka tinggal didalam gang-gang yang berjejal-jajal, sempit dan becek. Rumah yang tebuat dari atap rumbia dan bambu merupakan sarang tikus. Keadaanya yang berjejal-jejal itu mebuat sinar matahari tidak masuk kedalam ruangan rumah dan keadaan ini merupakan sorga bagi tikus. 
Kekurangan makan (nilai gizi yang rendah), tidak adanya pemeliharaan kesehatan masyarakat oleh pemerintah Hindia Belanda, ahirnya menimbulkan wabah pes. Belanda hanya memperhatikan  hal kesehatan ini apabila penyakit itu menulari mereka. Angka kematian dibawah ini memperlihatkan betapa hebatnya korban wabah pes itu.*14


-11-
EDI CAHYONO’S EXPERIENCE





Angka Kematian Penduduk Semarang per 1000 jiwa (1917)



Daerah
Triwulan pertama
Triwulan kedua
Semarang Kulon
48
67
Semarang Kidul
32
57
Semarang Wetan
59
72
Semarang Tengah
45
49
Genuk
24
64
Pendurungan
26
90
Srondol
13
23
Maranggen
26
151
Karangun
24
115
Kebonbatu
20
98
Rata-rata
317
786


Angka kematian yang luar biasa tingginya ini pasti menggugah perasaan rakyat dan pemimpin-pemimpinya. Kotapraja lalu mengambil beberapa tindakan. Perumahan rakyat yang merupakan sarang-sarang tikus itu dibongkar (dibakari dan rakyat diberi waktu 8 hari untuk pindah).*15 Penduduk miskin yang tidak mempunyai apa-apa terang tidak mampu membangun perumahan yang patut dalam waktu delapan hari. 

Memang pada ahirnya Kotapraja atas tekanan berbagai organisasi rakyat, membangun juga perumahan rakyat. Tetapi tindakan-tindakan pertama Pemerintah sangat menyakitkan hati dan membangkitkan kemarahan rakyat. Maka itu agitasi Sarekat Islam Semarang tentang wabah pes mendapat sambutan hangat dari penduduk kampung-kampung. 

Namun situasi itu menjadi semakin buruk pada ahir tahun 1917, berhubung dengan tibanya musim hujan. Gang-gang yang menjadi kubangan lumpur dan kekurangan sinar matahari yang masuk kerumah-rumah penduduk tetap memperhebat menjalarnya wabah.  Bagi kalangan rakyat jelata yang buta huruf dan miskin, situasi



*14 Darsono, op.cit., 18 Mei 1918. Ia mengutip laporan resmi Kotapraja.
*15 Semaoen, “Gemeente Bestuur Semarang Mendjadi Revosioner”, Sinar Djawa, 7 Desember       1917.

-12-
EDI CAHYONO’S EXPERIENCE





1917 di Semarang itu, membuat keadaan masak untuk gerakan-gerakan radikal revolusioner dari Semaoen dan kawan-kawanya.

Persdelict Sneevliet *16

Pada tanggal 8 dan 9 Maret (penanggalan baru) 1917, kaum perempuan dan buruh yang lapar mengadakan demonstrasi sambil menyanyikan Mareseillaise. Tentara yang dikirim untuk membubarkan demonstrasi itu menolak untuk menembak “kaum yang lapar ini”. Dan demikian meledaklah revolusi Rusia. Tsar turun takhta dan pemerintah Provesional Rusia dibentuk.

Berita-berita pertama tentang revolusi dan demonstrasi kaum buruh ini sampai ke indonesia 10 hari kemudian. Dan orang yang tergerak untuk menuliskanya adalah H.Sneevliet, ketua ISDV. Yang setelah menerima berita itu segera menulis artikel Zegepraal (kemenangan). Keesokan harinya ia menyerahkan tulisan itu kepada redaksi De Indier (organ dari NIP-Nederlandsch Indische Partij). 


Later, penanggungjawab dari organ itu memperlunak tulisan H.Sneevliet dengan persetujuan. Namun masih sangat keras bagi para telinga Belanda. Antara lain kita baca (saya mengutip terjemahan Semaoen) :

Apakah soeara-soera boengah masoek dalam kota desa dalam negri ini? Di sini hidoeplah soeatu ra’jat, dalam negri jang terkaja sendiri. Disini hidoeplah soeatu ra’jat mengeloearkan kekajaan  jang soedah bertahoen mengalir (ke) kantong-kantongnja bangsa jang memerintah, kantong-kantong di Eropah Barat, teroetama pergi sama negeri kejtil jang ada disini pegang kekoeasaannja politik. Di sini hidoeplah soeatoe ra’jat jang menoeroet sadja dengan lembek. Koempoelan politik dilarang .... hak bikin vergadering disangoepi, tetapi beloem diadakan teroes,




*16 Proses pengadilan ini dimuat dalam Sinar Djawa (antara 21 Oktober – 7 Desember) tetapi tidak setiap hari.





-13-
EDI CAHYONO’S EXPERIENCE






Pertimbangan (kritiek) dalam soerat kabar diantjam oleh justitie jang berat sebelah, sebab itoe justitie kepoenjaannja jang memerintah daja oepaja bergerak dilawan dengan keboeasanja pemboengan. Pergerakan politiek hanja diperkenankan kalau itoe pergerakan kepunjaanja jang memerentah, sebagai bikin maloe pada ra’jat... seoempamanja pergerakan memperkoeat balatentara boeat melindoengi tanah air,*17  tanah air jang mana soedah diambil dari tanganja ra’jat oleh pemerintah asing. Disini hidoeplah soeatu ra’jat jang sabar, soeka menoeroet sadja bertahoen-tahoen... dan sesoedahnja Diponegoro tidak ada satoe pemoeka jang menggerakan ra’jat boeat pegang nasibnja sendiri dalam tanganja sendiri.Ra’jat Djawa Revolutie di Rusland djoega memberi tjontoh pengadjaran pada kamoe. Djuga ra’jat di Rusland sabar dan soeka menoeroet dan memikoel sadja tindasan bertahoen-tahoen, is djoega miskin dan sebagian besar tidak bisa toelis dan batja seperti kamoe Ra’jat dapat kemenangan lantaran berkelahi teroes meneroes memoesoehi (i) pemerintah boeas dan boedjoekan.Djoega di negri Rusland koempoelan-koempoelan kaoem boeroeh jang mempertimbangi itoe perkoempoelan-perkoempoelan.

Pekerdjaan oentoek menjtapai kemerdekaan jalah pekerdjaan berat. Pekerdjaan ini tidak bisa berboeat dalam tengah-tengah, djalan kekoeatiran atau djalang koerang tetap, pekerdjaan ini meminta seloeroeh djiwa, keberanian, djalan keberanian nomor satoe. Apakah soeara-soeara boengah sebab kemenangan itoe masoek dihati  kita? Apakah terlebih kentjang dan keras daja oepaja si penjiar-penjiar benih boeat menggerakkan keras gojangnja ra’jat berpohtiek dan berichtiar dalam pentjarian hidoepnja. Dan apakah ia teroes sadja bekerdja menanam benih meskipoen beberapa benih djatuh di batoe-batoe dan tjukul sedikit sadja. Dan apakah ia teroes sadja bertentangan dangan daja upaja tindasan atas kemerdekaan pergerakan? Maka tida lainlah ra;jat Djawa, tanah Hindia tentoe akan dapat apa jang soedah didapat ra’jat


*17 Maksudnya Indie Weerbar.






-14-
EDI CAHYONO’S EXPERIENCE





                Ruslad jalan kemenangan."

Karena artikel itu ia diseret ke muka pengadilan dengan tuduhan yang bermacam-macam, antara lain menghasut rakyat Jawa, menghina pengadilan, menuduh pemerintah berbuat sewenang-wenang dan tuduhan sebangsanya. Akhir November 1917 persidangan Sneevliet dimulai. Dalam tahap pertama pergerakan nasional, proses pengadilan politik sangatlah penting artinya. Dalam persidangan yang terbuka, terjadilah debat dakwa dan penuntut. Terdakwa biasanya membela rakyat, sedang penuntut selalu mewakili pemerintah kolonial. Pengunjung persidangan biasanya para wartawan dan kader-kader politik. 

Disana mereka belajar tentang cara-cara berdebat dan menjatuhkan argumentasi lawan. Sneevliet yang terkenal sebagai “orator” dengan gaya memikat dan meyakinkan berhasil menunjukan kejahatan sistem kolonial di Indonesia. Selama persidangan berlangsung, kolom-kolom surat-surat kabar di Semarang memuat jalanya perdebatan. Bagi pembaca Indonesia, pemuatan itu sangat menarik karena kebohongan pemerintah disoroti. Walaupun Jaksa menuntut supaya Sneevliet dijatuhi hukuman  9 bulan penjara, tetapi hakim menyatakan ia bebas dan tak lama kemudian ia dibuang. Rupanya, pembebasan itu untuk memudahkan proses pembuanganya. 

Ketika Semaoen menggerakkan Sarekat Islam ke jalan sosialistik revolusioner, kondisi-kondisi sosial telah tersedia, karena tanpa kondisi ini semua usaha Semaoen itu akan sia-sia saja. Keempat faktor  diatas dengan sendirinya saling melengkapi. Persoalan tanah dan kemiskinan di desa-desa memungkinkan Sarekat Islam Semarang mendapatkan massanya dari kalangan kaum tani. Pembakaran rumah-rumah rakyat (akibat pes) memungkinkannya menggerakan massa kampung-kampung dikota. Dan Indie Weerbar dan Volksraad serta Persdelict Sneevliet lebih mempertajam pengertian pada kader secara teoritis mengenai masalah-masalah penjajahan. Pada waktu itu pergerakan politik jarang sekali, kalau tidak akan dikatakan tidak ada yang mempuanyai basis-basis ideologis-teoritis. Perdebatan





-15-
EDI CAHYONO’S EXPERIENCE





Perdebatan telah mengasah ketajaman pikiran pada politikus Indonesia dimasa itu.

Dalam buku pergerakan nasional, faktor luar negri sering dijadikan faktor penyebab dari peristiwa-peristiwa didalam pergerakan nasional kita. Kemenangan Jepang atas Rusia (1905) diasosiasikan dengan kelahiran Budi Utomo. Revolusi Tiongkok 1911dihubungkan dengan kelahiran Sarekat Dagang Islam (SDI). Dan juga Revolusi Rusia diasosiasikan dengan perevolusioneran gerakan rakyat ke kiri. Lembaga sejarah PKI misalnya, menulis, “Revolusi Sosialis Oktober 1971 di Rusia mempunyai pengaruh sangat besar” pada pergerakan revolusioner Rakyat  Indonesia.*18

Tatapi jika kita menilik pada pers Indonesia, juga pada surat kabar Sinar Djawa (di bawah asuhan Semaoen, Alimin dan lain-lain) Revolusi Rusia tidak mendapat tempat yang besar. Nama-nama Lenin, Trotsky dan Stalin hampir tak pernah disebut-sebut. Perdamaian Brest-Litowsky hanya sekali menjadi  bahan sebuah artikel Kadarisman.*19  Bahkan dalam mengenang tahun 1917 yang telah berlalu Revolusi Oktober  1917 itu tak disebut-sebut, tetapi pengarang-pengarang lainya disebut.*20 Hanya melaui Sneevliet-lah Revolusi Rusia itu pernah penarik perhatian publik di Indonesia dan baru sesudah tahun 1920, ketika kaum “Marxist” Indonesia mulai mengadakan hubungan Internasional, hal-hal disekitar Revolusi Rusia menarik perhatian Indonesia. 

Menurut pendapat saya, pengaruh kejadian-kejadian luar negri baru mendapat perhatian ditanah air kita ini, setelah tahun-tahun 1926. Sebelumnya berita-berita luar negri amat pendek-pendek dan hanya merupakan kutipan kawat.  Masalah pengaruh luar negri sampai sekarang masih sangat dilebih-lebihkan dan hanya penelitian lebih lanjut yang akan memberikan 



*18 Lembaga Sejarah PKI, 40 Tahun PKI, (Jakarta: Yayasan Pembaruan, 1960). Hlm, 10-11.
*19 Sinar Djawa 27 Desember 1917.
*20 Sinar Djawa 2 Januari 1918.








-16-
EDI CAHYONO’S EXPERIENCE


jawaban sebenarnya.




























-17
EDI CAHYONO’S EXPERIENCE






BAB III : Dari Kongres Nasional Centraal Sarekat Islam ke-2 Sampai ke-3


Walaupun sejak bulan Mei 1917, Golongan “Marxis” dibawah Semaoen sudah berhasil menguasai Sarekat Islam Semarang,  namun bukan berarti bahwa SI dikota Semarang berubah dengan segera. Sebelum dipimpin Semaoen, SI Semarang dikenal sebagai organisasi yang lembek dan yang menyatakan ini adalah INSULINDE, sebuah organisasi yang juga “lembek”.*1 


Perlahan-lahan Semaoen mempengaruhi para pemimpin SI Semarang. Dan lama-kelamaan  is berhasil membawa gerakan ini bergeser kearah sosialis revolusioner. Sebagai puncak usahanya mervolusionerkan SI Semarang Mulai 19 November 1917, organ SI Semarang yakni harian Sinar Hindia (kemudian berganti nama menjadi Sinar Djawa) berhasil dikuasainya. Perubahan-perubahan redaksi segera diadakan dengan memasukan tenaga-tenaga muda yang militan. Sebagai pemimpin redaksi, dipimpin oleh Semaoen, dengan dibantu oleh Moh Joesoef (berita-berita Indonesia dan Semarang), Kadarisman (telegram), Notowijoyo (ekonomi),Aloei (rapat-rapat dan reseve), Alimin (berita kesewenang-wenangan dan luar negri), dan Semaoen sendiri menjadi redaktur politik. Alimin dimasukan kedalam redaksi, walaupun ia berdiam diri dijakarta. Mereka masing-masing bertanggungjawab sendiri-sendiri dimuka pengadilan dan semua tidak dibayar.

Dalam kata pengantarnya mereka mengatakan bahwa haluan Sinar Djawa akan lebih  radikal dan terhadap pemerintah mereka akan menilainya secara  jujur, sedangkan terhadap kaum kapitalis dan kaum priyayi yang memeras akan mereka musuhi.*2




-18-
EDI CAHYONO’S EXPERIENCE


Selanjutnya, sebelum kita meninjau dan membahas tindakan-tindakan Sarekat Islam Semarang ini, akan kita lihat lebih dahulu gagasan-gagasan perjuanganya. Jika kita telah melihatnya,maka tindakan-tindakan revolusionernya  akan menjadi lebih mudah dipahami.

Sebab-sebab dan Cara Mengubah Kemacetan Masyarakat

Keadaan buruk ysng terjadi pada tahun-tahun 1917-1918 tidaklah disangkal oleh dunia pergerakan Indonesia baik yang berhaluan “keras” maupun “lembek”. Bahkan orang-orang Belanda pun tidak menyangkalnya. Keadaan sosial yang buruk itu merupakan tantangan bagi setiap prmikir politik sosial Indonesia. Mereka mulai mencari latar belakang kondisi sosial yang pincang ini dan saling mengajukan berbagai konsep untuk menyelesaikanya. Pers Indonesia pada waktu itu penuh dangan karangan-karangan yang mencoba memberikan jawaban atas persoalan-persoalan keburukan kondisi sosial. Sebagian ada yang memnyalahkan kemajuan teknik, sebagian lagi mengeluarkan konsepsi kebejatan moral, dan ada pula orang yang menyalahkan oragn Jawa (Indonesia) sendiri, karerna mereka itu malas dan pemboros.

Tetapi adapula kelompok yang mengajukan konsepsi Marxistis dalam membahas realitas sosial ini, dan tokoh utamanya adalah Hendricus Fransiscus Marei Sneefliet, ketua ISDV.*3 Sneefliet bersama kaum ISDVnya berhasil mempengaruhi sekelompok angkatan muda  dari SI bai di Semarang (Semaoen,Darsono dan lain-lain), Jakarts (Alimin dan Muso) Solo (H.Misbach) maupun di kota-kota lainya.

Dari Sneefliet lah mereka belajar analisis Marxitis untuk memahami realitas sosial yang dialami. Mereka berpendapat bahwa sebab dari kesengsaraan rakyat  Indonesia adalah akibat dari struktur kemasyarakatan yang 



-19-
EDI CAHYONO’S EXPERIENCE


ada,yaitu struktur masyarakat tanah jajahan yang diperas oleh kaum kapitalis.
Dengan kekuasaan keuanganya, sejumlah orang berhasil memeras kekayaan alam Indonesia, sekaligus memeras rakyatnya. Kemiskinan yang lahir sebagai akibatnya menumbuhkan kriminalitas dikalangan rakyat Indonesia dalam bentuk perampokan dan kelaparan.*4 Kesengsaraan itu menjadi semakin berat lagi oleh peperangan (Perang Dunia I). Perang ini disebabkan adanya persaingan antara kepentingan kaum kapitalis eropa (Kapitalis Inggris melawan Jerman). Didalam analisisnya mereka melihat perkebunan, terutama perkebunan tebu sebagai akibat kemiskinan yang nyata. Dan cara untuk mengatasinya hanyalah dengan sosialisme, yaitu menasionalisasikan perusahaan-perusahaan yang penting bagi hajat hidup rakyat.

Pemerintah yang seyogyanya memperhatikan kepentingan rakyat terbanyak, tidak memperhatikanya dan malah memihak kepada kaum kapitalis. Menurut mereka pemerintah masa itu mewakili kaum uang.*5 Karena itu ia bertantangan dengan kaum Kromo, dengan rakyat terbanyak.*6 Bahkan para anggota Tweede  Kamer sendiri, berkepentingan dengan pabrik-pabrik gula. Mereka mempunyai saham-sahamnya disana.*7 Pemerintah dan para pengusaha tidak memperhatikan rakyat dan bahkan karena mempunyai banyak uang mereka dapat membeli dan menyogok pegawai-pegawai pemerintah.

Banyak sekali tuntutan yang diajukan kelompok ini. Dalam persoalan agraria jelas sekali terlihat bahwa pemerintah lebih mementingkan kaum kapitalis daripada rakyat jelata. Dari berbagia pajak yang dibayar rakyat jelata, pemerintah membangun irigasi- irigasi. Tetapi airnya diberikan untuk mengairi perkebunan dan baru kemudian untuk sawah rakyat. Padahal para pengusha perkebunan itu mampu membayar orang untuk mengawasi


-20-

EDI CAHYONO’S EXPERIENCE

Jalanya air dimalam hari. Sedangkan rakyat pada siang harinya sudah bekerja, mamalamnya terpaksa begadang lagi.*8 Bila panen tebu sudah dekat, dibeberapa daerah Pasuruan, rakyat disuruh lagi berjaga malam bagi perkebunan itu. *9 Semuanya itu untuk kepentingan para pengusaha perkebunan. “Ra’jat Hindia tidak poenya keperloean sama sekali fatsal adanya fabrik goela, ondermening thee, koffei, rubber dan sebagainja jang begitu banjak, sebab hasilnja kapitalis loear Hindia dan loear negri Belanda, sebab adanja ini semoea meroesak kemadjoean peroesahaan tanah boemipoetra, peroesahaan jang mana perloe sekali boeat keselamatan ra’jat Hindia jang sebagian besar bikin merdeka boemipoetra dalam pentjarian idoepnya dan bikin makanan disini.”*10  Bahkan ketika banyak kelaparan sudah nyata di Jawa, ususl-usul pengurangan areal tebu sebanyak 50% masih ditolak dengan pelbagai alasan tanpa mau peduli apakah rakyat sudah kelaparan.*11

Tetapi ketika adanya bahaya yang mengancam dari luar. Tanpa malu-malu kaum kapitalis / pemerintah menganjurkan adanya milisi Bumiputra. Padahal milisi ini bertujuan untuk melindungi kapital mereka sendiri, dengan menjadikan orang Indonesia sebagai umpan pekuru.*12 Secara sarkatis Mas Marco  mensajakkan :
          
            Indie Weebaar jang dibitjarakan
            Sana sini sama mengatakan
            Indie Weerbar akan memasoekan
            Anak Hindia di lobang meriam.*13 mensajakkan :

Karena itu, demi kepentingan Indonesia sendiri,Indie Weerbaar harus dilawan. Dalam bidang perburuan pun Pemerintah berpihak kepada kaum majikan .  Dan tidak mau  peduli pada pihak kaum buruh .

Jam kerja dan syarat-syarat perburuhan tidaj ditetapkan. Tetapi jika kaum buruh  brtindak sendiri menuntut dan memperjuangkan nasibnya, Pemerintah lalu turun tangan membela “setan uang” dengan mendatangkan tentara



-21-
EDI CAHYONO’S EXPERIENCE


menangkapi  pemogok.
Dalam pernyataan-pernyataannya, pemerintah menggunakan bahasa etis, selalu menjanjikan bahwa suatu ketika rakyat Indonesia akan mendapatkan zelfbestuur.  Tetapi waktunya bukan sekarang sehingga rakyat Indonesia harus bersabar.  Untuk sampai taraf ini, yang diperlukan ialah pendidikan. Dan pemerintah tidak pernah sebenarnya mendidik rakyat Indonesia. Yang banyak didirikan hanya sekolah-sekolah guru dan pertanian. Seperti mendirikan  Stovia dan KWSPHS.*15 Guru-guru yang ada sengaja dibayar murah, sehingga minat menjadi guru tidak besar.*16 Sadar akan pentingnya pendidikan inilah, maka kemudian didalam rencana-rencana kerja Sarekat Islam Semarang (dan juga organisasi-organisasi rakyat lainya) mencantumkan pendidikan sebagai program perjuanganya.
Pemerintsh wakil kapitalis juga membuat pasal-pasal ukum pidana yang bersifat karet untuk menjerat tokoh-tokoh pergerakan dan para wartawan yang berani mengkritik dan mengungkapkan ketidak adilan didalam kehidupan masyarakat. Pasal-pasal itu adalah  63 b dan 66 b yang berbunyi :
Barangsiapa dengan perkataan atau dengan tanda-tanda atau dengan pertunjukan atau dengan cara lainya bertujuan menimbulkan atau menunjukan perasaan permusuhan, Belanda atau penduduk Hindia Belanda akan dihukum :
63 b dengan hukuman penjara 6 bulan sampai 6 tahun.
                       66 b dengan hukuman kerja paksa diluar penjara (rantai) selama 5                                     tahun.
Pasal ini pada 1918 dicabut dan diganti dengan pasal 154 dan pasal 156 yang lebih berat lagi dan bunyinya:
        Pasal 154 : Barang siapa mengeluarkan pernyataan ditempat umum yang               dapat menimbulkan perasaan permusuhan, benci kepada pemerintah di                 Nederland atau Hindia Belanda, dihukum penjara selama-lamanya 7



-22-
EDI CAHYONO’S EXPERIENCE



       tahun atau denda sebanyak-banyaknya 300 rupiah Belanda ( Gulden).*18

Pasal-pasal yang bersifat karet ini terang merintangi kemajuan rakyat kedalam soal Pemerintahan, dibentuklah Voklsraad dimana wakil-wakil dari penduduk Indonesia dapat menyatakan pendapat-pendapatnya tentang soal-soal pemerintah. Dari 39 orang anggotanya, 19 orang dipilih oleh dewan lokal (10 Indonesia, 9 Eropa dan Timur Asing), 19 diangkat (5 Indonesia, 14 Eropa dan Timur Asing).  Dengan demikian, dari 39 anggota, hanya ada 15 orang Indonesia.*19 Jelas sekali mengapa susunanya yang sedemikian, tidak memuaskan Sarekat Islam Semarang dan karena itu mereka menolaknya. Bagi mereka Volkdraad hanya suatu “Dewan Rayap”*20 dan anggota-anggotanya tidak lebih dari “anak komedi”.*21 Lebih-lebih setelah susunan yang diangkat  Pemerintah diumumkan, ketidakpercayaan Sarekat Islam Semarang bertambah besar. Didalam menganalisis 19 anggota dewan yang diangkat itu, Semaoen menyatakan pandanganya sebagai berikut :
            Prangwedono (Mataram), ningrat etisi
            Tengku Tjik Mohamad Thajeb (Peruela), ningrat
            Bergmeyer (guru), tak dikenal
            Schmutzer (saudagar), kapitalis, musuh Kromo
            Ir.Cramer, bukan sosialis demokrat tulen bagi bumiputra
            H.H.Kah (Kan Hok Hoey), musuh Kromo ditanah partikelir
            Liem A Pat (Muntok), yang terang bukan wakil Kromo
          





-22-
EDI CAHYONO’S EXPERIENCE



            Said Ismail, bukan wakil Kromo
            Soeselisa, idem
            Stokvis (etisi), idem
            Major Pabst, idem
            Koning, musuhnya Kromo
            Birne, musuhnya Kromo
            Coster, musushnya Kromo
            F. Loah, musuhnya Kromo
            Dr.Tjipto Mangunkusumo, nasionalis luntur (verwater denasionalist)
            Teeuwen, bukanya Kromo
            Dwidjosewojo, penganjur Indie Weerbaar
            Oemar Said Tjokroaminoto, wakil Kromo dan seorang “diplomat”.

Terhadap orang-orang itu Semaoen menganalisis lebih lanjut sebagai berikut : Duapuluh orang ini (sebenarnya 19), terdapat 5 orang kapitalis yang terang-terangan berlawanan dengan kepentingan Kromo. Duan orang ningrat yang bila dilihat dari kelasnya tidak akan memihak Kromo, 3 orang asing yang tidak mempunyai kepentingan dengan kemerdekaan Indonesia. 2 orang Manado yang dijadikan alat Belanda, seorang Weerbaar yang memperjuangkan kepentingan kapitalis dan hanya seorang Kromo yang diplomatis. Diantara 39 amggota itu, diperinci lebih lanjut, 18 Belanda, (9 orang ambtenar dan 9 orang kapitalis) yang didalam batinya memusuhi Kromo, 11 orang alat kapitalis (5 orang ningrat, kecuali Regen Serang, Hasan Djajadiningrat), 3 orang “toekang Weerbaar”  3 orang Ambon (dan Menado) sebagai alat militer. Disamping itu terdapat pula 3 orang asing. Memang 5 orang yang sebenarnya dapat menjadi wakilnya Kromo, tetapi sayangnya mereka masih setengah masak. Mereka itu adalah 3 orang dari Insulinde dan 2 orang netral. Hanya Tjokroaminoto seorang saja yang wakil Kromo. Namun demikian Semaoen tetap mengharapkan kepada anggota-anggota Voklsraad itu supaya mereka memberikan kritikan kepada pemerintah dan jangan menjadi “yes men” saja. Ia

-24-
EDI CAHYONO’S EXPERIENCE


Juga mengharapkan agar diusahakan hapusnya III RR, 47 RR dan pasal 155 dan 156. Kata terahir Semaoen menyatakan supaya para wakil rakyat yang sesungguhnya tidak perlu membuang waktu. “Wakil rakyat tidak suka jadi wayang dalam tonil Volksraad.”*22


Kenyataan-kenyataan itu menunjukan bahwa justru dari pemerintah sendiri yang merupakan wakil kapitalis, penindasan-penindasan itu berasal. Dan ini menyadarkan mereka bahwa dipundak rakyat sendiri terletak kewajiban untuk mencapai cita-cita perbaikan. Dengan persatuan yang teguh antara rakyat yang tertindas, dapat diciptakan kekuatan yang mampu memaksa Pemerintah/Kapitalis tunduk pada tuntutan-tuntutan rakyat. Karena itu persatuan sangatlah penting. Perstuan antara bumiputra dan Tionghoa, antara kalangan wartawan dan yang lain-lainya. Dengan mengambil pelajaran-pelajaran dari revolusi-revolusi di Eropa (Lenin di Rusia, Bela Khoon di Hongaria, dan kaum Spartacus di Jerman). Pimpinan Sarekat Islam Semarang menjadi selalu menekankan betapa pentingnya  persatuan antara buruh dan tentara (istilah mereka, buruh berseragam). Persatuan demikian sangatlah ditakuti kaum imperialis. Antara kaum buruh dan tentara pada hakikatnya tidak ada perbedaan, karena keduanya adalah rakyat miskin, yang diperas oleh kaum kapitalis. Pada waktu itu gaji tentara hanyalah 25 sen sehari.*23 Dengan persatuan yang kuat kaum kapitalis dapat dihadapi, dapat dipaksa untuk menerima tuntutan-tuntutan kaum buruh. Misalnya ketika Gubernur Jendral menolak usul pengurangan areal tebu sebanyak 50%, Darsono menganjurkan pemogokan sebagai demonstrasi kekuatan.*24

Dan suatu yang menarik dari konsesi-konsesi “kaum Marxis” ini jelas terbayangnya tendensi-tendensi nihilis. Mereka sadar bahwa untuk melawan penindasan, kalau perlu menjalankan gerakan-gerakan bawah tanah dan secara samar-samar menganjurkan teror.*25 Rakyat dan buruh hanya dapat dipersatukan manakala mereka sadar akan keperluanya.Dan




          -25-
EDI CAHYONO’S EXPERIENCE


Selama mereka belum sadar, semua usaha akan gagal. Cara menyadarkanya hanya satu.Yaitu bicara “blak-blakan”, nyata dan jelas, agar dimengerti oleh rakyat. Rakyat Jawa masih bodoh , kata Darsono dan untuk menyadarkanya diperlukan cambbuk, yaitu artikel-artikel (tulisan) yang berani. Tulisan-tulisan yang logis dan ilmiah tidak ada gunanya, karena tidak dimengerti oleh rakyat.Sekarang ini yang diperlukan adalah orang-orang berani.Bukanya orang yanga terdidik dan pandai.Orang yang berani menunjukan gigi. Bukanya lidah, kata Mas Marco.*26 Mereka juga sadar tulisan-tulisanya akan membawa mereka ke penjara. Tetapi karena ini jalan satu-satunya, maka harus ditempuh. Orang sering memnganggap bahwa cara-cara “Hantam kromo”  pergerakan nasional dalam periode awalnya, merupakan cara perjuangan yang ngawur. Tidak berstrategi dan hanya didorong sentiment saja.Menurut pendapat saya, pendapat demikian kurang tepat. Sebab, setiap zaman mempunyai cara-caranya sendiri untuk menyadarkan massa. Dan seperti yang telah dinyatakan Darsono, untuk periode belasan, cara yang tepat adalah cara hantam kromo. Cara “intelektualistis” jika sekiranya digunakan, mungkin tidak akan pernah membangunkan semangat rakyat. Prinsip “hantam kromo”  ini pernah pula dilakukan oleh Suwardi Suryanigrat (bersama dengan Dr. Tjipto Mangunkusumo dan Douwes Dekker) pada tahun 1913 ketika ia menulis “Als ik enn Nederlander was” (seandainya saya orang Nederland). Walaupun ia sudah diperingatkan oleh Abdul Moeis akan akibat-akibatnya, Suwardi tetap melakukanya.*27 Dengan “shock theraphy” ini pergerakan rakyat bertambah militant dan tegas.

Aksi-AKsi  Sarekat Islam Semarang (Mei 1917-Oktober 1918)
Setelah melihat sejumlah konsep pemikiran SI Semarang, akan kita lihat sekarang tindakan-tindakan dari SI Semarang, sebagai pelaksanaan konsep-konsep dari pemikiran itu. Jabatan Presiden SI masa itu untuk pertama kalinya muncul soal-



-26-
  EDI CAHYONO’S EXPERIENCE



soal tanah partikelir, perkebunan tebu,Volksraad dan masalah nasib buruh.  Dan untuk pertama kalinya pula masalah-masalah itu dibawa ke dalam Kongres Nasional Sarekat Islam ke-2di Jakarta yang diselenggarakan dari tanggal 20 hingga 27  Oktober 1917. Kongres itu dihadiri para utusan Sarekat Islam dari seluruh Indonesia.Disinilah Semaoen dan kawan-kawanya mencoba mempengaruhi para peserta kongres dangan konsepsi-konsepsinya tentang masalah perbaikan social.Usaha menyebarkan ide-idenya tentang Marxistis berhadapan dengan Abdoel Moeis yang tegas-tegas menolaknya.Mereka berbeda dalam hal Indie Weerbaar dan soal-soal Nasionalisme.Kongres ternyata mendukung adanya milisi bumiputra (Indie Weerbaar).Semaoen mencoba untuk mencabut mosi tersebut.Tetapi tidak berhasil.*28 Namun akhirnya dicapai suatu kompromi. Mosi yang mendukung pemecatan semaoen atau Sarekat Islam Semarang dan mosi Semaoen dank awn-kawan yang menolak Indie Weerbaar, kedua-duanya dicabut.*29  Dalam hal Nasionalisme juga terdapat perbedaan antara Semaoen dan Abdoel Moeis. Didalam perasaan mengenai Nasionalisme, Abdul Moeis menyatakan bahwa kemerdekaan merupakan hal yang tidak dapat ditolak.Kita harus mempunyai rasa Nasionalisme dan sekarang ini kita perlu mengobarkannya. Pihak Belanda “Tropen coolers” mempunyai beberapa cara untuk menentangnya. Pertama, secara terang-terangan.Kedua, mengadu domba antara peranakan dan “Boemipoetra”.Tetapi yang paling berbahaya adalah Belanda yang bertopeng membela Indonesia dengan mulut manisnya.Melalui orang-orangnya, mereka menindas perasaan cinta tanah air dan bangsa dan memecah persekutuan Indonesia (yang dimaksud ialah ISDV dan Het Vrije Woordt).Kita tidak keberatan bila ada orang Belanda yang pro Indonesia. Tetapi mereka tidak bo;eh memegang pimpinan pergerakan, yang harus tetap ditangan orang aIndonesia.*30

Semaoen yang merasa disindir, segera membantah. Tetapi A.Moeis menjawab siapa yang merasa tersinggung, dialah



-27-
EDI  CAHYONO’S  EXPERIENCE



Orangnya.*31 Seperti diketahui, Abdoel Moeis waktu itu baru saja datang dari negri Belanda sebagai perutusan Indie Weerbaar. Dan disinilah ia mempengaruhi kaum Nasionalis Indische Partij.*32

Dalam hal kapitalisme, Semaoen dan kawan-kawanya juga berbeda pendapat mengenai “kapitalisme bumiputra” yang tidak jahat.Jadi tidak usah ditentang.Sidang kongres CSI ke-2 ahirnya mengambil jalan tangah.Yaitu menentang kapitalisme yang jahat.Istilah kapitalisme jahat ini mengandung pengertian bahwa ada kapitalisme yang baik.*33 Namun demikian dari anggaran dasar yang disusun kongres, jelas terlihat adanya pengaruh sosialisme.

Kongres CSI ke-2 itu selanjutnya membahas hubungan antara agama, kekuasaan dan kapitalisme, dan kesimpulan yang dirumuskanya :

Dengan tiada ferdoelikan segala igama jang lain, dan mengoesahakan kesabaran hati sebagaijang terboeka oleh Al-Qoerandalam soerat Qoelya, maka Central Sarekat Islam pertjaya igama Islam itoe memboeka rasa fikiran demokratis.
Sambil mendjoendjoeng tinggi pada koeasa negri.Maka Central Sarekat Islam menoentoet bertambah-tambah koeasa negri, pengaroehnja segala golongan ra’jat Hindia diatas djalanja Pemerintahan agar soepaja kelak mendapat koeasa pemerintah sendiri (zelfsbestuur). Boeat mentjapai hal itoe maka Central SI akan menggoenakan segala kekoeatannja menoeroet djalan jang patoet. Central Sarekat Islam tidak menjukai soeatoe bangsa berkoeasa diatas bangsa jang lain dan menoentoet dari pihak koeasa negri akan memberikan perlindungan jang besar oentoek orang-orang jang lembek dan miskin, baik boeat keperloean mentjari kepandaian, maoepoen boeat keperloean mentjari makan. Central Sarekat Islam memerangi kekoeasannja kapitalisme jang djahat jang pada kejakinanja bahagian terbesar daripada pendoedoek boemipoetra amat boeroek adanja. Boeat mendjalankan



-28-
EDI  CAHYONO’S  EXPERIENCE


dengan sepatoetnja semoea haknja pendoedoek negri, maka Central Sarekat Islam menimbang ta’boleh tidak perloelah didjalankanja boedi akal masing-msing orang itoe akan bersama-sama dengan boedi pekerti, jang pada pendapatnja CSI igama itoelah daja oepaja jang teroetama boleh dipergoenakan dalam maksoet itoe dan CSI pertjaja igama Islam adalah sebaiknja igama oentoek mendidik boedi pekertinja ra’jat.Dalam itoepoen negri hendaklah tiada terkena pengaroehnja pertjampoeran barang soeatoe igama itoe. CSI mentjari hoeboengan bantoe-membantoe kerdja bersama-sama dengan semoea perhimpoenan politik dan orang-orang jang bersetoedjoe dengan azasnja.*34

Pengaruh kelompok Semarang atas program kerja yang dihasilkan kongres ini, tampak jelas. Mereka juga memperjuangkan Nasionalisasi perusahaan-perusahaan besar atau yang mendapat keuntungan-keuntungan besar. Bagi Sarekat Islam Semarang, kongres ke-2 CSI ini punya arti penting. Golongan yang anti Indie Weerbaar dan memihak SI Semarang hamper separo.*35 Semaoen merapa puas dan ini juga diakui oleh Koran Abdoel Moeis, Kaoem Moeda dalam penerbitanya tanggal 29 Oktober 1917. Katanya, “Sarekat Islam sekarang sudah bernada sosialis”.Perihal tengah antara kapitalisme, Semaoen belum mau mengemukakan pandanganya. Ia masih berharap Tjokroaminoto sendiri akan memberikan garis lurus  untuk menghantam kapitalisme.*36 Setelah kongres selesai, Sarekat Islam Semarang mulai mengadakan aksi-aksi untuk memperjuangkan cita-citanya. Desember tahun itu juga SI Semarang mengadakan rapat anggota dan menyerang ketidakberesan ditanah-tanah partikulir.*37 Juga kaum buruh diorganisasi supaya lebih militan dan mengadakan pemogokan terhadap perusahaan-perusahaan yang sewenang-wenang. Korban pertama pemogokan ini adalah perusahaan mebel yang memecat 15 orang buruhnya. Atas nama Sarekat  Islam, semaoen dan Kadarisman memproklamasikan  pemogokan dan menuntut 3 hal. Pertama, pemgurangan jam kerja dari 8,5 jam menjadi 8 jam. Kedua, selama mogok, gaji dibayar penuh dan ketiga, setiap



-29-
EDI  CAHYONO’S  EXPERIENCE




Yang dipecat, diberi uang pesangon 3 bulan gaji. Dalam proklamasi pemogokan itu, mahalnya biaya hidup, juga digugat. *38 Pemogokan ini ternyata merupakan senjata yang ampuh. Dalam waktu 5 hari saja, majikan menerima tuntutan SI Semarang dan pemogokan pun dihentikan.
Kesadaran betapa ampuhnya senjata mogok yang diorganisasi dan dibantu Sarekat Islam ini, sebulan kemudian dipakai kembali. Yang menjadi permasalahan  ialah seorang mandor galak di sebuah bengkel mobil memukul kulinya. Sarekat Islam Semarang menyatkan  mogok dan akan terus mogok, bila tidak diambil tindakan39 dan beberapa hari kemudian tunutan SI Semarang itu diterima oleh majikan bengkel mobil tadi.*40
Usaha Semaoen dalam bidang perburuhan yang berhasil baik ini, dengan sendirinya menaikan daya dan semangat juang Sarekat Islam Semarang. Setelah ini mereka mulai berjuang melawan tuan-tuan tanah yang memeras penduduk desa ditanah partikulir. Langkah permulaan mereka ialah menulis surat terbuka kepada setiap tuan tanah di Semarang. Dalam surat itu dinyatakan harapan agar mereka mau menjual tanah-tanah mereka kepada pemerintah dan pemerintah agar mengurangi sewa tanah dengan 50%. Disamping itu diminta agar kerja rodi seperti gugur gunung dan jaga gedung dihapuskan. Akhirnya dikabulkan juga oleh tuan-tuan tanah dan SI Semarang, tetapi para petani tetap saja menjalankan “aksi sepihak”. Waktu itu saja sudah ada lima orang petani yang ditangkap karena memotong padi disawah yang mereka anggap sawah mereka. Dalam hal seperti itu, SI Semarang tetap membela kaum tani.*43 Pemgalaman dalam hal tanah ini merupakan pengalaman yang pahit bagi SI Semarang. Semenjak itu usaha-usaha kongkret mengenai tanah ini tidak lagi dikerjakan. Ketika SI Semarang membuat laporan kerja anggota tahunan.usaha melawan tuan-tuan tanah diakui sebagai sesuatu yang kurang berhasil.*44
Disamping usaha kedalam tubuh SI Semarang, usaha untuk



-30-
EDI  CAHYONO’S  EXPERIENCE




Aktif menentang Pemerintah/Kapitalis, seperti Indie Weerbaar dan Volksraad serta lainya juga tetap diaktifkan. Dalam setiap resolusi dan tulisan-tulisan, hal-hal itu tetap diserang. Namun, hal ini akan lebih besar arti politis psikologisnya, manakala yuang menyatakanya adalah Central Serikat Islam atau cabang-cabang SI lainya.

Maka itu penebaran ide-ide sosialistis dilakukan SI Semarang dengan giat sekali. Abdoel Moeis yang dianggap sebagai lawan dari Central Serikat Islam (Waktu itu ia wakil Presiden), dimaki-maki, baik oleh ISDV maupun oleh SI Semarang. Sebagai “Boedak Setan Oeang”. Sarekat Islam Semarang atas nama 20.000 anggotanya meminta agar Abdoel Moeis dipecat sebagai wakil presiden CSI. Ketika Tjokroaminoto ditunjuk Pemerintah sebagai anggota Volksraad, ia ragu dan meminta pendapat cabang-cabang.  SI Semarang dengan cepat menulisi cabang-cabang lainya, agar mereka menyatakan tidak setuju duduknya Tjokroaminoto di Volksraad. Dalam surat SI  Semarang itu antara lain dinyatakan bahwa Belanda tidak memandang mata kepada SI yang besar tetapi hanya diberi satu kursi. Abdoel Moeis sendiri bukanlah Wakil SI di Volksraad, karena ia mewakili Indie Weerbaar. Sedangkan ISDP (pecahan dari ISDV) mendapat 2 kursi. Tjokroaminoto diangkat rakyat supaya tidak berteriak-teriak. Kepada cabang-cabang SI lainya, dianjurkan agar mereka menuntut  pemilihan umum.
            Goena apa menoelis soerat
            Kalau masih dapat berjoempa
            Goena apa dapat Volksraad
            Kalau masih kurang sempoerna
Tetapi usaha mereka ini gagal. Ternyata suara yang menyetujui Tjokro ke Volksraad berjumlah 27, yang anti-26, 1 blangko dan tak sah. Dari kalangan pimpinan CSI sendiri yang duduk dalam Volksraad.
Selama triwulan pertama dan bulan-bulan berikutnya Sarekat Ilam Semarang mendapatkan dua orang tenaga yang



-31-
EDI  CAHYONO’S  EXPERIENCE



Cakap. Yang pertama adalah Darsono, seorang pemuda yang baru berusia 19 tahun. Anak seorang pegawai negeri dan sejak kecil ia hidup dikalangan anak-anak kaum tani. Setelah ia menamatkan pendidikan sebagai “ahli” pertanian, ia bekerja disebuah perkebunan. Disini ia lihat kemiskinan dan sistem sosial yang sangat buruk. Selama itu ia membacai segala macam buku yang dapat ia peroleh. Ketika usahanya untuk melanjutkan pelajaranya ke Sekolah Dokter Hewan ditolak, ia keluar dari pekerjaanya dan kembali ke Semarang. Pada suatu hari ia mengikuti persidangan Sneevliet dan ia sangat terkesan pada adanya orang Belanda yang memihak rakyat. Pada mulanya iaragu. Tetapi setelah ia ketahui bagaimana Sneevliet karirnya dikantor dagang yang bergaji F.1000,-, kemudian aktif membela rakyat, hormatnyapun bertambah-tambah. Dipengadilan itu ia bertemu dengan Semaoen yang segera mengajaknya aktif dalam Sarekat Islam Semarang. Proses kejiwaanya yang mendorong ia mencari suatu sistem yang baru, membawa Darsono ke jalan Sosialisme. Semaoen dalam kenang-kenanganya mengenai Darsono menulis...
“Ia (Darsono, Soe) melihat, bagaimana mereka makan koerang tjukup. Bodo-bodo seperti kanak-kanak, meskipoen soedah besar. Sakit koerang jang memelihara sebaik-baiknja, beroemah dalam kombong-kombong dengan kekoerangan semoea perkara”. Disamping itu juga ia melihat orang-orang yang kaya raya. Terjadilah pergulatan didalam pikiran untuk mendapatkan jawaban. Islam, Kristen dan Budha tidak menjawabnya. Sampai ia menemukanya didalam ilmu Sosialisme. Semaoenlah yang menempatkan Darsono ke redaksi Sinar djawa sejak 27 Febuari 1918, untuk bagian telegram.
Orang kedua yang ditemukan Semaoen adalah Marco Kartodikromo, seorang wartawan yang berani. Marco dilahirkan di Cepu. Ia pernah memimpin redaksi Swatatomodi solo ketika Sarekat Islam Tirtoadhisurjo (1913). Ia juga pernah menjadi sekertaris I Sarekat Islam. Dalam tahun 1914, Mas Marco mendirikan Inland Jurnalisten Bond di Solo



-32-
EDI  CAHYONO’S  EXPERIENCE



Dan ia sendiri menjadi ketuanya. Setahun kemudian ia dipenjarakan selama setahun karena memuat tulisan seseorang ( mungkin Dr. Tjipto Mangunkusumo) tentang pergerakan nasional. Secara pikiran politik Marco sangat dekat dengan Tjipto Mangunkusumo. Tahun 1916 setelah keluar dari penjara, Mas Marco pergi ke Negri Belanda dan disini ia dekat dan dipengaruhi oleh tokoh-tokoh nasionalisme kiri seperti Suwardi Suryadiningrat. Menurut Darsono, Mas Marco lebih nasionalis dari pada sosialis. Dibidang jurnalistik Mas Marco lebih terkenal sebagai wartawan yang berani dan bandel. Nederland ternyata bukan tempatnya untuk berjuang bagi Marco dan tak lama kemudian ia kembali ke Indonesia. Selama di dalam perjalanan pulang ke Indonesia, Marco menulis “Samarata Samarasa”. Sebuah tuliusan yang sangat tajam bagi Belanda. Sebelum tulisan ini habis dimuat, Mas Marco sudah lempar kembali kepanjara, dan dihukum setahun lagi. 21 Febuari 1918 ia keluar dari penjara dan ditawari kerja di Sinar Djawa dimana ia bekerja bersama Semaoen dan kawan-kawanya.*45
Semakin lama SI Semarang kembali radikal. Yang kurang radikal satu persatu mulai meninggalkan SI  mulai 28 Febuari, Moh Joesoef yang pertama-tama  keluar dari Sinar Djawa.*46 Disusul kemudian Aloei dan Martowidjojo dari kalangan pimpinan SI Semarang. Kedua orang itu diganti oleh Darsono dan Mas Marco. Darsono diangkat menjadi Komisaris dan Mas Marco sebagai pejabat Presiden SI Semarang, bila Semaoen berada diluar Semarang atau dalam perjalanan.*47
Dalam bulan April 1918, SI Semarang kembali menghadapi persoalan yang sulit. Ia harus menangani pemogokan yang terjadi di Niuwe courant, sebuah harian dimana terdapat juga percetakan. Pemogokan ini merupakan perjuangan yang lama dan sengit. Majikan ternyata tidak menyerah pada tuntutan-tuntutan Sarekat Islam. Sampai Juli kaum buruhnya masih ada yang mogok dan SI Semarang mengerahkan dana untuk


-33-
EDI  CAHYONO’S  EXPERIENCE



Menolong buruh-buruh yang masih mogok. Setelah beberapa waktu lamanya, banyak buruh yang masuk kerja kembali. Secara moril hal ini merupakan kekalahan SI Semarang.
Salah stu perjuangan lain dari SI Semarang yang gagal ialah usahanya bersama ISDV untuk ikut dalam pemilihan anggota Gemeente Raad Semarang. Calon SI Semarang (Semaoen, Marco, Darsono, Soepardi, Kadarisman, Moh.Joesoef dan Moh.Ali) memperoleh suara yang sangat sedikit. Mas Marco hanya memperoleh 42, Kadarisman 38, Moh Ali 32, Moh.Joesoef 71, Semaoen 53, Soepardi 36, sedangkan Darsono sudah pindah ke Surabaya ketika itu.*48 Kekalahan ini disebabkan oleh aturan pemilihan yang berdasarkan pajak. Hanya mereka yang berpenghasilan F.600, setahun yang boleh memilih. Rakyat miskin yang justru menjadi tulang punggung SI Semarang, praktis tak memenuhi syarat ini dan karena itu tidak boleh memilih.*49
Jika kita melihat pengaruh ide-ide sosialis revolusioner dikalangan SI di kota-kota lainya, ternyata bahwa Semaoen berhasil mempengaruhi hampir separuh jumlah SI lokal. Didalam sidang-sidang kongres CSI, banyak cabang yang menyokong Semaoen dan kawan-kawanya yang hampir-hampir saja mengalahkan suara lawan-lawan mereka. Indie Weerbaar dan Volksraad misalnya. Tokoh-tokoh SI Semarang menyadari hal itu. Dan mereka secara intensif mengadakan kursus-kursus kader untuk kemudian menyebarkanya kekota lainya. Darsono, dikirim Semaoen ke Surabaaya (Pusat Sarekat Islam), justru menyerang golongan-golongan moderat.*50 Di pekalongan misalnya, terdapat Z.Mohamad, seorang tokoh Marxis yang berpengaruh. Di Jawa Timur tercatat Sukirno, dan di Solo H.Misbach. Kader-kader itulah yang diharapkan dapat menguasai SI lokal dan menyokong ide-ide sosialisme didalam bahasa Melayu.*51 Dan bulan Juni tahun itu juga, kursus demikian telah dilakukan sendiri oleh SI Semarang yang mengiklankan hal itu diharian mereka sendiri, dan melalui kader-kader




-34-
EDI  CAHYONO’S  EXPERIENCE



Politiknya. Pemuda-pemuda yang sedikitnya punya diploma kelien-ambtenar-eksamen, yang suka menjadi pemimpin bangsanya, terutama Kaum Kromo dan yang suka bicara didalam rapat-rapat (vergedering) besar. Pemuda akan diberi didikan oleh bestuur SI Semarang buat memimpin. Bestuur SI akan berikhtiar supaya mereka bisa dapat tempat di lokal-lokal SI yang meminta pemimpin mereka dengan dapat belanja dan lokal-lokal.*52

Sampai dimana kursus-kursus itu, kurang jelas. Tetapi yang terang niat untuk menyebarkan ide-ide sosialisme ke kota-kota lain telah pernah dilakukan SI Semarang.
Menjelang pertengahan 1918, persiapan untuk kongres ke-2 Central Sarekat Islam telah mulai diadakan oleh SI Semarang. Didalam sebuah rapat anggota ditentukan bahwa yang akan mewakili Semarang adalah Semaoen, Darsono, Kasrin, Kadarisman, Soepardi dan Soegeng. Tugas mereka ialah memperjuangan keringanan pajak untuk rakyat dan pemberatan pajak buat kapitalis.*53 Kongres tersebut akan diadakan di Surabaya dari 29 September hingga 6 Oktober Dengan dihadiri 87 cabang Sarekat Islam.*54  Nada kongres ini, seperti juga kongres ke-2, bersifat sosialistik. Dan seperti juga di kongres  ke-2, pertentangan Abdoel  Moeis dan Semaoen barulang kembali. Kongres berlangsung tegang Abdoel Moeis yang sejak kongres ke-2 diserang kelompok  Semarang, kini berusaha menjatuhkan Semaoen. Pertentangan ini berkisar kepada beberapa soal pokok yaitu:

Agama - Grup Abdoel Moeis agar agama Islam diperkembangkan. Sedang kelompok Semaoen sudah puas apabila agama Islam tidak dibelakangkan dari agama lain di Indonesia.
Nasionalisme- Kelompok Moeis menolak pertuanan bangsa yang satu oleh bangsa yang lain. Disinilah terletak hakekat perjuangan Semaoen menganggap perjuangan melawan kapitalisme adalah terpokok, walaupun dalam menghadapi kapitalisme “Bumiputra” dan tuan tanah “Bumiputra”



-35-

EDI  CAHYONO’S  EXPERIENCE









Akan digunakan pertimbangan-pertimbangan.
KapitalismeTetapi kedua kelompok itu setuju bahwa untuk mencapai kemerdekaan diperlukan penumpukan kapital. Tetapi Moeis ingin supaya kapital itu dimiliki orang Indonesia. Sedangkan Semaoen ingin kapital-kapital besar hanya dimiliki oleh koperasi-koperasi. Mengenai perusahaan besar-besar yang banyak mendatangkan keuntungan, kedua tokoh itu sependapat bila diadakan nsionalisasi. Bila Moeis masih mengharapkan pemerintah memberi bantuan, Semaoen hanya percaya pada ikhtiar sendiri.
Lain-lainDalam mengemukakan masalah-masalah, terlihat bahwa Moeis lebih mementingkan hal-hal umum, sedangkan Semaoen lebih mementingkan hal-hal rakyat.*55
Pertentangan ini begitu hebatnya sehingga dibicarakan didalam rapat tertutup pimpinanSemaoen mengancam akan melepaskan diri dari Sarekat Islam, bila tuntutan-tuntutanya tidak di terima.Dalam hal ini Tjokro Aminoto banyak memberi konsesi kepada Semarang. Semaoen dijadikan Komisaris  SI untuk Jawa Tengah, sedangkan Darsono diangkat sebagai propagandis resmi Sarekat Islam.*56 Didalam rapat pimpinan itu juga Semaoen menggugat Moeis sebagai redaksi harian Neratja(sebuah harian di Jakarta yang membawa suara Belanda), yang disubsidi pemerintah Belanda. Semaoen berhasil meyakinkan sidang dan mendesak Moeis membuat sebuah surat pengakuan yang berbunyi:
Bahwa ia berjanji selamanja menjadi lid bestuur CSI Akan tetap menegakan azas CSI.
Bahwa ia didalam jabatanja selaku hoofdredacteur surat kabar Neratja, ia tidak ada perjanjian atau lain kesanggupan bahwa ia tidak didalam pengaruh penerbitan Neratja dan mempunyai kalam merdika. Tetapi esok harinya juga didalam sidang tertutup, Semaoen dan Darsono yang dituntut Moeis untuk membuat surat serupa:



-36-
EDI  CAHYONO’S  EXPERIENCE


Bahwa mereka selamanja menjadi lid bestuur SI akan tetap meneguhkan azasnya SI.
Bahwa mereka berjanji kalau sekiranja ada perselisihan antara Vice President CSI, sebelum perselisihan itu disiar-siarkan dalam surat kabar, akan diichtiarkan supaja perselisihan tadi diputuskan didalam kalanganja bestuur CSI dengan perdamaian dan sekiranja perlu mereka menjerang didalam surat kabar, merreka tidak akan menjerang orangnja, tetapi perbuatanja saja.*57
Kongres ke-2 CSI ini akhirnya dapat berjalan dengan baik, karena kepemimpinan Tjokroaminoto yang tanpa kehadiranya, maka pertentangan Moeis dan Semaoen tak terhindarkan dan tak terpecahkan.*58 Diantara keputusan yang diambil Kongres, salah satu yang amat penting bagi SI Semaarang ialah tekad untuk menentang kapitalisme dengan mengorganisasikan kaum buruh dikota-kota. Karena dari sinilah tumbuh akar perjuangan mati-matian kaum sisialis revolusioner dimulai sampai pada tahun 1926.

Catatan
*1-Sinar Hindia, 14 Januari 1919, dinyatakan dalam laporan SI Semarang, mesio Mei 1917- Mei 1918.
*2-Sinar Djawa, 19 November 1917.
*3-Sneevliet lahir pada tahun 1983 di Roterdam dan setelah menamatkan H.B.S., di kota ia aktif dalam gerakan buruh kereta api. Selama tahun 1902-1909 ia berselisih dengan Toelstra, karena Toelstra cenderung pada gerakan sosial demokrat. Dalam tahun 1913 ia datang ke Indonesia sebagai sekretaris sebuah perkumpulan dagang. Ia sangat terharu melihat kemiskinan rakyat Indonesia. Dan di Semarang mulai tahun 1914 ia Mengorganisir ISDV, sebuah gerakanSosial kiri Belanda. Karena ia dilarang berpolitik oleh perusahaanya, lalu ia keluar dari pekerjaanya ini. Sikap memihak rakyat Indonesia dan kefasihanya berpidato, memungkinkannya mendapat hubungan yang luas dengan rakyat Indonesia. Ia sering diundang dalam rapat-rapat dan kongres-kongres perkumpulan nasional dan perlahan-lahan ahirnya ia mendapat pengikut. Setelah diusir dari Indonesia(1918), kemudian ia berdiam di kanton sebagai Komintern dan berhubungan dengan Komintern SunYat Sen.




-37-
EDI  CAHYONO’S  EXPERIENCE




Konsepsi-konsepsi tentang perlunya kerjasama antara kaum komunis dan borjuis nasional dalam menghadapi Imperialis, seperti yang dilakukan di Indonesia (SI Semarang yang sosialis SI lai yang borjuistis ) sangat mempengaruhi kaum komunis di Tiongkok. Teori-teori Mao Tse Tunk tentang hal ini banyak dipengaruhi Sneevliet. Setelah Stalin berkuasa di Komintern. Ia berselisih dengan Stalin (bersama Darsono, Tan Malaka, Tohir dan lain-lain). Dalam tahun 1942 karena aktivitas-aktivitasnya menentang Nazi is ditembak mati. Lihat Sinar Djawa, 21 November 1917; kahin , hal.72; D.M koch, on de vrijheid (Jakarta :pembangunan 1950) hal.50; Winkler Paris Encyclopaidi, Jilid XVI, hal.722, dan wawancara dengan Darsono,21 Agustus 1964 di Jakarta.
*4-Dalam menyusun gambaran di kaum Marxis ini, Saga mendapatkan sedikit kesukaran. Mereka tidak mengemukakan teori ini secara jelas dan sistematis, melainkan hanya menggunakan disana-sini dalam artikel-artikelnya. Karena itu dalam menyusun sistematikanya saya bebas. Yaitu dari pidato Semaoen, dalam Sinar Djawa dan Sinar Hindia.
*5-Semaoen,Persdelict Semaoen (SI Semarang 1919) hal.17.
*6-Pernyataan Soerjopranoto, Sinar Djawa, 20 Desember 1917.
*7-Semaoen,”Bestuurstelsel dan Demokratie,” Sinar Hindia, 1 Mei 1918.
*8-Semaoen Persdelict, hal.12.
*9-Loc.cit.
*10-Ibid.hal.17.
*11-Usul Gubernur Jendrak Stirum agar areal kebun tebu dikurangi 25% ditolak Tweede Kamer.
*12-Pernyataan Darsono, Sinar Hindia , 8 Mei 1918.
*13-Marco, “Comite Indie Veerbaar”, Sinar Hindia, 2 September 1918.
*14-Semaoen, Ibid, hal.12.
*15-Gatolotjo, “Boeah Pikiran”, Sinar Hindia, 26 Juni 1918.
*16-Onostrad,”Is did Been Waarheid” (apa ini tidak betul), Sinar Ddjawa, 6 April 1918.
*17-Darsono, “Giftige Waarheispeijlen”, Sinar Hindia, 14 Agustus 1918.
*19-Soal Volkraad, lihat Von Arx, L’evolution politique en Indonesia







-38-
EDI  CAHYONO’S  EXPERIENCE





(Freinburg: Artiaginelli-Monza, 1914), hal.210-211.
*20-Chadirin, “Pemandangan”, Sinar Hindia, 19 Januari 1919.
*21-Sinar Hindia, 6 Juli 1918.
*22-Catatan kaki tidak dicantumkan oleh penulis (Ed.).
*23-”Soentoek pada akal”, Soetra Ra’jat (Surabaya)1, No.8, 19 April 1918.
*24
*25
*26-Marco, “Dorongan Oentoek si Pendjilat”, Sinar Hindia, 28 Agustus 1918.
*27-M.Balfas, Dr.Tjipto Mangoenkoesoemo: Demokrat sejati, (Djakarta: Djambatan, 1957).
*28-Sinar Djawa, 27 Oktober 1917.
*29-Sinar Djawa, 5 November 1917.
*30-Sinar Djawa, 24 Agustus 1917.
*31-Sinar Djawa, 25 Agustus 1917.
*32Ibid.,hal.136
*33-Van Niel, hal.137.
*34-Sinar Djawa, 27 November 1917. Dalam buku ini Van Niel yang dicantumkan hanya rencana anggaran dasar. Lihat hal.135-136.
*35-Semaoen, “Pikiran atas Nationale Congres jang kedoea di Betawai”, Sinar Djawa, 2 November 1917.
*36- Loc. cit
*37-Sinar Djawa, 24 Desember 1917.
*38-Sinar Djawa, 6 Febuari 1917.
*39-Sinar Djawa, 11 Febuari 1917.
*40-Sinar Djawa, 11 Maret 1917.
*41-Sinar Djawa, 13 Maret 1917.
*42-Sinar Djawa, 8 Maret 1918.
*43-Sinar Djawa, 23,24,27,29 April 1918.
*44-Sinar Hindia, 14, 15 Januari 1919.







-39-
EDI  CAHYONO’S  EXPERIENCE


*45Mengenai biografi  Marco, lihat paper Soe Hok Gie untuk mata kuliah Sejarah Pergerakan Nasional, Tjatatan Singkat Atas Riwayat Hidoep (1932).
*46-Sinar Djawa, 28 Febuari 1918.
*47-Sinar Djawa, 23 April 1918.
*48-Sinar Hindia, 30 Juli 1918.
*49-Pada bulan Mei tahun 1918 dari 26.900 anggota SI Semarang, kaum saudagar hanya berjumlah 100 orang, sedang kelas menengahnya (pegawai negri dan klerk) hanya berjumlah 150 orang. Yang lainya terdiri dari rakyat Murba. Dimuat dalam laporan SI Semarang periode Mei 1917-1918, lihat Sinar Hindia, 14-15 Januari 1919.
*50-Van Niel, Hal.142.
*51-Sinar Hindia, 14 Febuari 1918.
*52-Sinar Hindia, 5 Juni 1918.
*53-Sinar Hindia 2 Mei 1918.
*54-Encylopedie Van Nederlandsch Indie, Lihat Bab Sarekat Islam.
*55-Semaoen, “Tidak Berobah”, dalam Otoesan Hindia, 18 Oktober 1918.
*56-Van Niel, Hal. 142.
*57-Sidang-sidang tertutup sebenarnya tidak diumumkan. Tetapi setelah kongres berahir, dikoran-koran mulai timbul cerita-cerita dibalik layar tentang pertentangan antara Semaoen dengan Abdul Moeis. Koran Neratja membuat ulasan seakan-akan pendapat Moeis berhasil mendominasi sidang. Demikian pula De Indier (Insulinde) menyatakan bahwa Semaoen hanyalah alat ISDV. Untuk membantah semuai ini ahirnya ia menulis sebuah surat pembaca diharia Oetoesan Hindia, menceritakan “sedikit” jalanya rapat tertutup. Lihat edisi 18 Oktober 1918 dengan judul “Tidak Berobah”.
*58-Amelz, Tjokroaminoto: Hidoep dan Perdjoeanganja. Jakarta: Bulan Bintang, 1952, Hal.112.






-40-
EDI  CAHYONO’S  EXPERIENCE



BAB IV : Dari Kongres Nasional ke-3 Sampai PKI
Pergesseran ke kiri dari Kongres ke-3 ini, dengan sendirinya berhubungan erat dengan semakin memburuknya situasi penghidupan rakyat pada umumnya. Tindakan pemerintah terhadap dunia pergerakan kian lama kian terasa. Snevliet diusir dari Indonesia pada akhir 1917 (1918).  Darsono sementara itu dipenjarakan di Surabaya pada bulan September 1918 karena alas an Presdelict.*1  Walaupun demikian , perjuangan melawan harga makanan tetap berlangsung dengan hebatnya. Akhir 1918 harga-harga telah mencapai puncaknya. Misalnya, harga beras dipekalongan mencapai f.16, sepikulnya.*2 Harga ini terang diluar daya beli rakyat. Di Tangerang, pada awal 1919, rakyat yang “lapar” menyerbu sebuah toko dan menumbulkan insiden-insiden. Bala bantuan tentara bersepeda terpaksa dikerahkan dari Jakarta. Begitu parah keadaan bahan makanan, sehingga setiap hari kita membaca berita-berita tentang kelaparan disurat-surat kabar.
Di Volksraad, Dr. Tjipto Mangunkusumo berteriak teriak menuntut pengurangan areal tebu dan perbaikan nasib rakyat. Masalah ini diperdebatkan dengan sengit di dalam dewan. Akhirnya dating berita bahwa Volksraad menolak ide pengurangan areal tebu dengan perbandingan suara 10 lawan 20. Sosrokardono yang dalam hal pikiran dekat dengan kelompok Semarang,*3 merasa begitu kecewa dan menyatakan bahwa Volksraad bukanya “menjadi” raadnya rakyat (yolks), tetapi raadnya gula (suiker) suiker raad.*4
Penolakan Volksraad itu membenarkan pendapat Semaoen bahwa tidak ada gunanya percaya pada niat baik pemerintah, wakil kaum tebu itu. Hanya pada kekuatan sendirilah usaha membina pergerakan harus terwujud. Penolakan itu berarti



-41-
EDI  CAHYONO’S  EXPERIENCE

Memperkuat kedudukan Semaoen didalam Sarekat Islam dan kaum yang masih percaya makin terdesak karenanya.
Dalam bulan September 1918, Sarekat Islam mengadakan lagi sidangnya yang dihadiri oleh pengurus Central dan para Komisaris Daerah. Sidang diadakan di Surabaya. Tujuanya untuk membicarakan situasi polotik yang semakin memburuk. Harga-harga semakin membumbung tinggi. Niat Pemerintah untuk mengadakan perubahan dalam aturan-aturan Pemerintahan, tekanan-tekanan yang semakin terasa lagi bagi tokoh-tokoh pergerakan, akan merupakan masalah di dalam  siding itu. Sidang yang diselenggarakan secepatnya itu hanya dihadiri 10 orang, yaitu : Tjokroaminoto, Semaoen, Soekirno dan Sosrokardono. Anggota pimpinan yang lainya, seperti Abdoel Moeis, Hasan Djajadiningrat, Moh. Joesoef, M.H.Nizam Zoeny, Moh. Arief, Wignjadisastra, dan Brotosoeharddjo tidak dapat dating. Pimpinan Sarekat Islam Medan tidak diundang (tidak sempat), sedangkan H. Achmad Dahlan tidak member kabar.*5
Didalam siding ini diputuskan untuk membentuk sebuah badan yang bertujuan menyokong tokoh-tokoh pergerakan rakyat yang menjadi korban tindakan-tindakan pemerintah. Termasuk mereka yang berada diluar Sarekat Islam. Badan ini  dinamakan Kas Wakaf Pergerakan Kemerdekaan SI dan diketuai oleh Tjokrosoedarso. Segera sesudah badan ini berdiri, Semaoen meminta agar mendapat bantuan keuangan karena ia korban pergerakan. Semaoen juga meminta agar Sneevliet Diangkat menjadi wakil Sarekat Islam di Nederland. Lagipula ia mempunyai massa yang dapat menolong pergerakan di Indonesia. Banyak tokoh SI yang berkeberatan, karena di khawatirkan SI hanya akan menjadi alat dari Sneevliet. Akhirnya diadakan usul kompromi, yaitu Sneevliet diangkat menjadi wakil SI tetapi dengan mandat terbatas yang dapat dicabut. Usul itu ditermia sidang dengan perbandingan suara 5:4 dan 1 abstain.*6
Persoalan Indie Weerbaar menjadi masalah kembali di dalam 



-42-
EDI  CAHYONO’S  EXPERIENCE



Sidang ini. Jika pada tahun 1917, Semaoen dikalahkan dengan mayoritas sedikit, kini usulnya menang. Tjokroaminoto bertanya kepada sidang, apakah sidang setuju bila ia meminta duduk dalam komite ini. Ia sendiri menyatakan tidak setuju. Semuanya menjawab tidak, kecuali satu. Perubahan sikap ini dengan sendirinya berhubungan erat dengan semakin memburuknya situasi serti sikap Belanda yang “lebih memntingkan tebu daripada rakyat”. Mengenai komisi Reform dan Komisi Bahan Makanan yang sedang dibentuk Pemerintah, sidang tidak menyokong dan tidak juga menentangnya. Perihal Radicale Concentratie, Sarekat Islam hanya akan ikut serta bila  tuntutan SI dijadikan landasan perjuanganya. Hal lain yang diputuskan sidang ialah sikap terhadap orang Tionghoa. Yaitu ,bila ada usul perdamaian dari mereka, usul itu akan diterima(Wwaktu itu Peristiwa Kudus, dimana rumah orang-orang Tionghoa dibakari dan beberapa orang Tionghoa terbunuh, masih sedang hangat-hangatnya), dengan syarat mereka ikut membantu usaha-usaha pergerakan, ikut membantu menghilangkan perbedaan-perbedaan dan tidak menentang usaha-usaha Sarekat Islam melawan kapitalisme. Usul ini datang dari Semaoen yang meyakinkan sidang bahwa perjuangan melawan orang-orang Tionghoa tidak ada gunanya karena musuh “kita” adalah kapitalis. Dengan diterimanya pendangan Semaoen ini, maka Sarekat Islam sebagai dicita-citakan untuk melawan pedagang Tionghoa sudah tamat riwayatnya.

Hasil-hasil sidang memperlihatkan bahwa konsepsi-konsepsi Semaoen menguasai jalanya persidangan. Penolakan atasss Indie Weerbaar, Perdamaian dengan orang Tionghoa, Pengangkatan Sneevliet sebagai wakil Sarekat Islam di Nederland adalah perjuangan semaoen yang berhasil baik. Mungkin ketidak hadiran Moeis telah memperlancar sidang ini. Sebab, jika Semaoen dan Moeis hadir selalu saja terjadi pertentangan-pertentangan yang sengit.


-43-
EDI  CAHYONO’S  EXPERIENCE

Pergeseran situasi kekiri memang merupakan kemenangan Sarekat Islam Semarang. Tetapi hal ini berarti perjuangan akan semakin berat. Pemerintah tidak akan tinggal diam. Mereka berusaha menindas pergerakan SI Semarang. Cara yang dilakukan ialah mengadakan penangkalan-penangkalan terhadpap tokoh-tokoh sosialis revolusioner. Korban pertama adalah Snevliet yang sejak 1918 telah diangkat kekapal untuk dikirim balik ke Eropa.*7 Korban kedua Darsono yang sejak september 1918 telah dikeram dipenjara Surabaya, dituduh menyiarkan hal yang berisi pernyataan kebencian terhadap pemerintah. Ia dikenakan 9 Persdelict. Sementara itu Douwes Dekker juga dituntut Pemerintah karena dituduh menyebarkan surat-surat selebaran kepada serdadu-serdadu Belanda dengan tujuan menghasutnya. Semaoen ddituntut karena menterjemahkan tulisan Sneevliet. Padahal pemuatanya diluaaar tanggung jawabnya, karena tegas-tegas sudah ditulis diluar tanggung jawab redaksi. Marco, musuh tradisional Belanda, hampir-hampir pula dijerat Asisten Residen kaarena ia menulis sebuah sajak yang dapat ditafsirkan sebagai anjuran mengusir kaum “kafir”.*8 Partoatmodjo, Ketua Sekssi Perburuhan SI Semarang yang juga anggota redaksi Sinar Hindia, dikenakan Persdelict dan dalam bulan Mei 1919 ia dihukum penjara 3 bulan.

Penindasan dan penutupan terhadap anggota-anggota SI Semarang dan tokoh SI lainya yang anti Pemerintah, mungkin sekali ada hubunganya dengan keputusan-keputusan yang diambil di dalam Kongres Nasional ke-3 CSI. Seperti kita ketahui, di dalam Kongres ini sudah terdengar suara-suara untuk mengaktifkan pekerjan dikalangan kaum buruh. Dan sebagai realisasinya, Mei 1919 di Bandung, diadakan Kongres PPPB yang dipimpin Sosrokardono.*9 Di Kongres itu dicetuskan ajakan kepada sarekat-sarekat buruh untuk memperkuat diri dengan mendirikan sebuah Vakbond. Usul ini disambut hangat oleh VSTP. Pemerintah Belanda 


-44-
EDI  CAHYONO’S  EXPERIENCE





mulai waspada dan mungkin sekali ada hubunganya antara penindasan yang keras dengan menangnya ide-ide Sarekat Islam Semarang.*10
Penindasan itu, malah lebih memilitankan Sarekat Islam Semarrrang. Semaoen terpilih lagi sebagai ketua, sedangkan Marco terpilih kembali sebagai komisaris dan Pejabat Petua.  Demikian pula Partoatmodjo, terpilih kembali sebagai ketua Seksi Perburuhan, sedangkan Moh.  Joesoef kini kehilangan kedudukanya. Joesoef kini hanya seabagai penasehat saja.*11
Pada bulan-bulan pertama tahun 1919, penghimpunan massa diintensifkan. Sarekat Islam Seksi Perempuan di bentuk dan menghimpun 3041 Anggota. Kegiatan ini telah mulai dibina sejak September 1918. Sebagai perangsang untuk menggerakan kaum perempuan ini, dikobar-kobarkan bahwa di pasar-pasarpun kaum perempuanpun diperlakukan sewenang-wenang. Oleh karena itu bergeraklah.*12
Golongan terendah dari msyarakat kota juga tidak dilupakan oleh Sarekat Islam Semarang. Golongan ini sangat ditakuti oleh orang-orang Eropa. Golongan kaum Gembel ini, siap untuk mendengarkan “the cry of agitator.”*13 Kaum yang tidak mempunyaaai apa-apa ini dengan sendirinya mempunyai keberanian yang lebih besar untuk bertindak dan sangat mudah dibakar semangatnya. Atas inisiatif pimpinan Sarekat Islam, didirikan Sarekat Kere dalam bulan Febuari. Tujuanya menghimpun orang-orang yang selalu miskin dan tidak punya “bondo”, tanpa memandang bangsa. Dalam Sarekat Kere ini dihimpunlah gembel-gembel “bumiputra Tionghoa” yang “tumpah darahnya” di Hindia. Orang-orang kaya ditolak jadi anggota. Mereka hanya boleh jadi penyumbang. Sarekat Kere ini dipimpin oleh Kromoloe, Sedangkan aktor intelektualnya ialah Partoatmodjo.*14
Merekapun sadar bahwa kere-kere ini dittakuti oleh orang-orang kaya.



-45-
EDI  CAHYONO’S  EXPERIENCE

Komentar

Postingan Populer